• Universitas Gajah Mada
Dalam pendistribusian vaksin, terdapat beberapa tantangan yaitu harus menjaga suhu 2-8 derajat Celcius sampai ke tempat dilaksanakannya vaksinasi. Hal ini tentu menimbulkan persoalan bila tujuan distribusi vaksin adalah daerah-daerah terpencil seperti daerah 3T(tertinggal, terdepan, terluar), yang membutuhkan waktu perjalanan hingga berhari-hari.
Menjawab tantangan itu, lima mahasiswa UGM mengembangkan alat penyimpanan vaksin Covid-19 yang dapat menyimpan vaksin tetap aman sampai ke daerah terpencil. Alat itu bernama Smart Vaccine Tube yang berbentuk kotak ringan dan dapat digendong, disandang layaknya tas. Smart Vaccine Tube berbasis teknologi superthermos dengan bahan alumunium bubble foil dan styrofoam.
Alat ini dirancang memiiki empat lapisan dan suhu dalam kotak didinginkan menggunakan peltier. Pada bagian atas penutup luar terdapat LCD dan indikator LED yang berfungsi memonitoring temperatur dalam kotak. Indikator LED akan berwarna hijau jika temperatur dalam kotak berada di antara 2,5 – 7,5 derajat Celcius. Berwarna kuning apabila temperatur berada di 2-2,5 atau 7,5-8 derajat Celcius, serta berwarna merah jika temperatur dalam kotak di luar suhu 2-8 derajat Celcius.
• Institut Teknologi Bandung
Saat ketersediaan alat bantu medis mulai menipis, Dr. Syarif Hidayat, Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI)-Institut Teknologi Bandung dari Kelompok Keahlian Ketenagalistrikan mengembangkan ventilator yang dapat digunakan dengan mudah oleh tenaga medis. Produk ventilator darurat tersebut diberi nama Vent-I (Ventilator Indonesia).
Vent-I adalah alat bantu pernapasan bagi pasien yang masih dapat bernapas sendiri dan bukan untuk pasien ICU. Dalam pembuatannya, dibutuhkan waktu satu bulan untuk bisa lulus uji alat ventilator dari mulai ketahanan, keamanan, dan sebagainya. Pada Januari 2021, Vent-I telah resmi diproduksi oleh PT. Panasonic Health Care.
*Melansir dari berbagai sumber,
Maria Alexandra Fedho/Litbang MPI
(Widi Agustian)