JAKARTA - Situasi pandemi Covid-19 menimbulkan berbagai tantangan yang harus ditangani. Di antaranya adalah kurangnya edukasi masyarakat tentang sakit yang ditimbulkan akibat virus corona, manfaat vaksinasi untuk meminimalkan risiko saat Covid-19, ketersediaan sarana isolasi, dan lainnya.
Sejumlah pakar dan akademisi dari berbagai universitas pun bahu-membahu untuk berkontribusi dalam penanganan Covid-19 di Tanah Air. Berikut daftarnya.
• Universitas Islam Indonesia
Universitas Islam Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Sleman serta donatur meluncurkan Shelter Covid-19 Universitas Islam Indonesia pada 14 Juni 2021. Shelter tersebut berada di Rusunawa (sisi Selatan) yang terletak di Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia di Jalan Kaliurang KM 14,5 Besi, Sleman, Yogyakarta.
Rusunawa ditetapkan sebagai fasilitas kesehatan darurat bagi warga yang positif covid-19 tanpa gejala (OTG) dan gejala ringan. Isolasi di rusunawa ini tidak dikenakan biaya dan terbuka untuk umum khususnya masyarakat Sleman, Yogyakarta. Shelter ini memiliki kapasitas empat lantai dengan ketersediaan kamar sejumlah 69 orang.
• Universitas Airlangga
Vaksin merah putih merupakan vaksin yang dikembangkan oleh tim peneliti Unair sejak tahun lalu. Vaksin tersebut pernah diujicoba kepada delapan monyet. Uji coba tersebut merupakan tahapan sebelum memasuki uji klinis.
Pengembangan vaksin ini berdasarkan strain virus lokal yang ada di Indonesia sehingga diharapkan memiliki efikasi (kemanjuran vaksin melawan penyakit) lebih tinggi dibandingkan vaksin impor. Pengembang lain vaksin ini ialah LIPI, UGM, ITB dan Universitas Padjajaran.
• Universitas Padjajaran
Universitas Padjajaran mengeluarkan AMARI yakni aplikasi pelaporan dan monitoring Covid-19. Pada mulanya dirilis oleh Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Padjajaran pada pertengahan Maret 2020.
Dengan penggunaan teknologi digital ini, pengguna diharapkan lebih mudah memahami kerentanan diri terhadap potensi infeksi sekaligus mengendalikan kepanikan yang muncul karena kurangnya pemahaman atas penyakit ini.
Dalam menciptakan dan mengembangkan alat ini, tim AMARI yang beranggotakan kurang lebih dua puluh staf muda Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat ini berupaya untuk menggerakkan relawan.
• Universitas Indonesia
Sebuah penelitian yang dilakukan tim peneliti dari program studi Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menunjukkan fakta bahwa sebanyak 83% tenaga kesehatan di Indonesia mengalami burnout syndrome (stres yang dipicu oleh pekerjaan) skala sedang dan berat. Secara psikologis, keadaan ini sudah berisiko mengganggu kualitas hidup dan produktivitas kerja dalam pelayanan kesehatan.
Melansir laman fk.ui.ac.id, Ketua Tim Peneliti Dr. dr. Dewi Soemako, Ms, SpOK, menemukan fakta bahwa dokter umum di Indonesia yang menjalankan tugas pelayanan medis di garda terdepan selama masa pandemi Covid-19 memiliki risiko 2 kali lebih besar mengalami burnout syndrome. Alasannya, karena pajanan stres yang luar biasa berat di fasilitas kesehatan selama pandemik sehingga dapat meningkatkan efek jangka panjang terhadap kualitas pelayanan medis.
Penelitian ini merupakan bentuk kontribusi dari FKUI untuk pemerintah dalam membantu mengidentifikasi potensi risiko masalah kesehatan pada tenaga medis di Indonesia di masa pandemi. Berbagai temuan dari penelitian ini bisa menjadi sumber rekomendasi untuk strategi intervensi proteksi dan peningkatan kualitas kesehatan tenaga medis Indonesia agar maksimal dalam menjalankan tugas pelayanan medis.
• Universitas Gajah Mada
Dalam pendistribusian vaksin, terdapat beberapa tantangan yaitu harus menjaga suhu 2-8 derajat Celcius sampai ke tempat dilaksanakannya vaksinasi. Hal ini tentu menimbulkan persoalan bila tujuan distribusi vaksin adalah daerah-daerah terpencil seperti daerah 3T(tertinggal, terdepan, terluar), yang membutuhkan waktu perjalanan hingga berhari-hari.
Menjawab tantangan itu, lima mahasiswa UGM mengembangkan alat penyimpanan vaksin Covid-19 yang dapat menyimpan vaksin tetap aman sampai ke daerah terpencil. Alat itu bernama Smart Vaccine Tube yang berbentuk kotak ringan dan dapat digendong, disandang layaknya tas. Smart Vaccine Tube berbasis teknologi superthermos dengan bahan alumunium bubble foil dan styrofoam.
Alat ini dirancang memiiki empat lapisan dan suhu dalam kotak didinginkan menggunakan peltier. Pada bagian atas penutup luar terdapat LCD dan indikator LED yang berfungsi memonitoring temperatur dalam kotak. Indikator LED akan berwarna hijau jika temperatur dalam kotak berada di antara 2,5 – 7,5 derajat Celcius. Berwarna kuning apabila temperatur berada di 2-2,5 atau 7,5-8 derajat Celcius, serta berwarna merah jika temperatur dalam kotak di luar suhu 2-8 derajat Celcius.
• Institut Teknologi Bandung
Saat ketersediaan alat bantu medis mulai menipis, Dr. Syarif Hidayat, Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI)-Institut Teknologi Bandung dari Kelompok Keahlian Ketenagalistrikan mengembangkan ventilator yang dapat digunakan dengan mudah oleh tenaga medis. Produk ventilator darurat tersebut diberi nama Vent-I (Ventilator Indonesia).
Vent-I adalah alat bantu pernapasan bagi pasien yang masih dapat bernapas sendiri dan bukan untuk pasien ICU. Dalam pembuatannya, dibutuhkan waktu satu bulan untuk bisa lulus uji alat ventilator dari mulai ketahanan, keamanan, dan sebagainya. Pada Januari 2021, Vent-I telah resmi diproduksi oleh PT. Panasonic Health Care.
*Melansir dari berbagai sumber,
Maria Alexandra Fedho/Litbang MPI
(Widi Agustian)