Menurutnya, selama ini yang tergambar dalam benak masyarakat bahwa mereka yang kuliah di UT merupakan orang-orang tertutup karena rutinitas belajarnya hanya di rumah. Namun dengan makin semaraknya kegiatan yang dihelat di kampus UT, maka predikat itu hilang.
"Biasanya UT itu identik dengan orang-orang yang belajar di rumah, belajar di mana saja, kumpul pun tidak pernah, sehingga kemudian banyak orang ragu, menjemukan sekali jadi mahasiswa UT. Dengan acara seperti ini, predikat itu akan hilang dan mahasiswa UT yang fresh graduate dari hari ke hari akan semakin meningkat," jelasnya.
Dia menyadari terjadinya gejala paradoksal atau disebut gejala lokalisasi. Hal itu merupakan dampak dari era globalisasi yang telah menciptakan tumbuh suburnya perguruan tinggi hingga ke tingkat kecamatan. Dengan kata lain, dia mengatakan telah terjadi pengkotak-kotakan antara mahasiswa di satu kampus dengan mahasiswa kampus lainnya.
"Perguruan tinggi sekarang jumlahnya mencapai 4.750-an lebih, itu membuat orang terkotak-kotak dalam lingkup yang sangat lokal. Sehingga kemudian, harus ada upaya kita untuk membangun, melaksanakan kegiatan-kegiatan yang menyatukan seluruh warga bangsa yang tersebar itu untuk kemudian bersatu," imbuhnya.
Dilanjutkannya, salah satu cara menyatukan mereka di berbagai kampus yang terkotak-kotak itu adalah dengan membuat kegiatan kemahasiswaan, seperti halnya kompetisi paduan suara antar perguruan tinggi tingkat nasional yang kini tengah berlangsung di UT.