"Saya adalah anak bungsu dari delapan bersaudara yang tinggal di daerah-daerah terpencil di Nusa Tenggara Timur. Desa kami tidak memiliki perpustakaan, listrik sering padam, dan tiga tahun lalu baru ada sinyal internet. Tetapi sejak kecil, saya percaya bahwa pendidikan adalah cara keluar dari kemiskinan dan membangun desa.
Dari keluarga saya, saya adalah satu-satunya yang dapat melanjutkan kuliah. Tidak hanya masalah biaya, tetapi juga masalah psikologis. Saya pernah diejek karena aksen daerah saya, pernah minder karena tidak fasih berbahasa Inggris, dan hampir menyerah karena IP saya sempat menurun drastis pada tahun pertama.
Namun, saya tidak menyerah, saya mengambil kelas tambahan, meminta bantuan dari senior, dan terus membangun jaringan. Saya bangkit secara bertahap, menyelesaikan skripsi saya, dan lulus dengan nilai cumlaude.
Setelah lulus, saya kembali ke desa tempat saya kuliah dan menjadi relawan guru di sekolah menengah atas tempat saya bersekolah sebelumnya. Saya juga mengikuti program literasi digital untuk remaja dan mengadakan pelatihan keterampilan berbasis potensi desa seperti tenun dan anyaman.
Saya percaya bahwa masyarakat yang kuat adalah dasar dari negara yang kuat, jadi saya ingin melanjutkan studi saya ke bidang pembangunan masyarakat. Saya akan membawa ilmu yang saya pelajari kembali, bukan untuk hidup di kota, tetapi untuk meningkatkan desa tempat saya dibesarkan.
Karena, menurut pendapat saya, pendidikan bukan hanya tentang pergi, tetapi tentang kembali dan mengubah."
Berdasarkan Sumber lainnya yang terpercaya, berikut adalah beberapa saran yang dapat dicoba:
Menulis esai LPDP mirip dengan menulis cermin diri sendiri. Bukan tentang siapa yang paling pintar, tetapi siapa yang paling jujur, memiliki visi yang jelas, dan ingin memberikan kontribusi kepada Indonesia. Sudah siap menulis esai Anda sendiri setelah melihat contoh-contoh di atas?
(Kurniasih Miftakhul Jannah)