JAKARTA - 5 contoh essay beasiswa LPDP, bisa jadi referensi. Mengikuti seleksi beasiswa LPDP tidak mudah. Menulis essay pribadi yang kuat, jujur, dan menyentuh adalah tahap penting dalam seleksi administrasi. Jalan cerita yang jelas dan unik diperlukan untuk setiap tulisan, baik itu kisah sukses dalam hidup, rencana studi, atau kontribusi setelah lulus.
Untuk para pejuang LPDP yang sedang mencari referensi, berikut adalah 5 contoh esai LPDP yang dapat digunakan sebagai inspirasi. Setiap contoh ditulis secara unik dan menunjukkan berbagai cara yang dapat Anda sesuaikan dengan pengalaman dan tujuan Anda.
Berikut 5 contoh essay berdasarkan contoh dari para alumni LPDP:
"Sebagai anak dari seorang guru sekolah dasar di wilayah pedesaan Sumatera Barat, saya tumbuh dengan kesadaran bahwa pendidikan adalah hak dasar yang tidak selalu tersedia untuk semua orang. Saya sendiri menyaksikan bagaimana kegagalan untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa, terutama di wilayah tertinggal, disebabkan oleh kebijakan pendidikan yang tidak meratanya, kekurangan tenaga pengajar berkualitas tinggi, dan keterbatasan sarana. Setelah mengalami pengalaman ini, saya merasa terdorong untuk mempelajari lebih banyak tentang kebijakan publik, terutama yang berkaitan dengan pembangunan sumber daya manusia dan pendidikan inklusif.
Saya berencana untuk melanjutkan studi Magister di bidang Public Policy di University of Melbourne, Australia. Universitas ini memiliki program unggulan di bidang kebijakan pendidikan, governance, dan reformasi sektor publik. Pilihan universitas ini didasarkan pada reputasi akademik globalnya dan pengalamannya dalam menghasilkan lulusan yang menjadi pemimpin di berbagai negara.
Saya ingin belajar tentang "Pendidikan Politik dan Reformasi", "Metode Kuantitatif untuk Politik Publik", dan "Kemasukan Sosial dan Desain Politik" selama dua tahun ke depan. Selain itu, saya ingin melakukan tesis penelitian tentang evaluasi kebijakan pendidikan non-formal di Indonesia dan bagaimana metode partisipatif dapat meningkatkan efisiensi. Saya berencana bekerja sama dengan dosen pembimbing di Center for Vocational and Educational Policy di kampus ini, yang selama ini melakukan penelitian di wilayah Asia-Pasifik.
Saya akan aktif mengikuti diskusi ilmiah, seminar internasional, dan terlibat dalam komunitas mahasiswa Indonesia di Australia untuk meningkatkan prestasi akademik saya dan meningkatkan kemampuan saya. Pengalaman internasional ini akan membuka mata saya dan membangun karakter saya sebagai pemimpin yang fleksibel dan terbuka terhadap perubahan.
Saya ingin kembali bekerja di sektor kebijakan publik, khususnya di Kementerian Pendidikan atau lembaga pemerintah non-kementerian seperti Bappenas. Saya juga ingin menjadi bagian dari tim yang membuat Rencana Strategis Nasional (Renstra) bidang pendidikan atau program transformasi pendidikan seperti Merdeka Belajar.
Dengan mendapatkan pendidikan di luar negeri yang didukung oleh LPDP, saya ingin menjadi tidak hanya ahli kebijakan tetapi juga pembelajar seumur hidup yang mampu mengubah Indonesia, dimulai dari desa tempat saya dibesarkan hingga tingkat nasional."
"Di sebuah desa kecil di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, saya lahir dan dibesarkan. Saya terbiasa melihat anak-anak sebaya saya putus sekolah untuk membantu orang tua mereka bekerja di ladang sejak kecil. Banyak orang tidak menyadari bahwa, meskipun pemandangan dan keramahan penduduknya tampak hijau, masih ada banyak ruang untuk akses dan kesempatan yang tidak adil, terutama dalam hal pendidikan dan ekonomi.
Saya terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dan pendidikan selama kuliah di Universitas Andalas, termasuk mengajar anak-anak marginal di kampung binaan dan mendirikan komunitas literasi bernama "Rumah Baca Talago" pada tahun 2020. Komunitas ini didirikan sebagai tanggapan atas kurangnya akses literasi dan budaya baca yang buruk di kampung saya. Setelah memulai dengan satu rak buku bekas, kami sekarang memiliki lebih dari 500 buku dan relawan dari berbagai kampus di Sumatera Barat.
Saya dan rekan saya tidak hanya mengajarkan membaca, tetapi kami juga mengajarkan anak-anak keterampilan dasar seperti digital marketing, kerajinan tangan, dan kelas Bahasa Inggris. Kami percaya bahwa literasi adalah tentang kemampuan untuk membaca teks dan peluang untuk membacanya juga.
Pengabdian saya tidak terbatas pada tingkat lokal. Saya bekerja sebagai analis kebijakan pendidikan di sebuah organisasi non-pemerintah yang bermitra dengan pemerintah daerah setelah lulus. Di sini, saya menyadari bahwa tidak hanya tindakan lapangan yang bermanfaat, tetapi juga membuat dan mendukung kebijakan yang tepat sasaran. Saya membantu dalam pelatihan guru, ikut dalam proses penyusunan data pokok pendidikan, dan membuat proposal program pemberdayaan berbasis sekolah.
Namun, saya menyadari bahwa dampak lebih besar yang ingin saya capai dihalangi oleh keterbatasan akademik dan teknis dalam bidang kebijakan publik. Ini mendorong saya untuk terus belajar dan memperdalam pemahaman saya tentang pembuatan kebijakan yang partisipatif, berkeadilan, dan berbasis data.
Setelah menyelesaikan pendidikan magister, saya berharap dapat mengembalikan dan memperkuat kapasitas pemerintah daerah dalam mengembangkan dan menerapkan program pembangunan manusia, khususnya di bidang pendidikan. Selain itu, saya ingin "Rumah Baca Talago" menjadi pusat literasi dan pelatihan kewirausahaan yang mandiri berbasis desa.
Saya percaya bahwa pembangunan Indonesia tidak harus dimulai dari Jakarta; itu bisa dibangun dari pinggiran, dari desa-desa, dan dari langkah-langkah kecil yang dilakukan secara teratur. Saya berharap dengan beasiswa LPDP dapat menjadi bagian dari generasi yang tidak hanya bermimpi untuk negeri tetapi juga bekerja untuk masa depan negeri."
"Sukses memerlukan keberanian untuk menghadapi kesulitan dan terus maju daripada penghargaan atau penghargaan. Meskipun saya harus bekerja sambil belajar untuk membayar biaya hidup dan kuliah saya, saya merasa bahwa menyelesaikan pendidikan sarjana tepat waktu adalah keberhasilan terbesar dalam hidup saya.
Saya berasal dari keluarga miskin yang tinggal di Lampung. Ayah saya bekerja sebagai petani, dan ibu saya menjalankan warung kecil di rumah. Ketika saya mendapat berita bahwa saya telah lulus dari salah satu PTN terbaik di Yogyakarta, saya sangat bangga, tetapi saya juga khawatir tentang apakah saya akan dapat mempertahankan uang saya.
Saya memutuskan untuk menahan diri dari keadaan. Saya bekerja paruh waktu sejak semester pertama, bekerja sebagai penjaga toko buku, mengajar privat, dan menjual pulsa dan makanan ringan di kampus. Saya menghabiskan pagi di kelas dan malam untuk bekerja dan belajar.
Saya menemukan banyak pelajaran tentang disiplin, ketahanan mental, dan manajemen waktu dalam situasi seperti itu. Saya tetap menjadi asisten dosen, berpartisipasi dalam kompetisi debat, dan aktif dalam organisasi mahasiswa. Pada akhirnya, saya lulus dengan IPK 3,72, menjadi lulusan terbaik di jurusan saya.
Tidak hanya saya yang bertanggung jawab atas keberhasilan ini, tetapi juga prospek. Saya telah menunjukkan bahwa keterbatasan tidak selalu harus menjadi penghalang; sebaliknya, mereka dapat berfungsi sebagai pendorong. Selama perjalanan akademik saya, nilai yang ingin saya bawa adalah bahwa jika seseorang percaya dan berusaha, seseorang dapat melampaui batas."
"Sebagai lulusan teknik lingkungan, saya percaya bahwa masalah lingkungan adalah masalah sosial dan kebijakan serta teknis. Pengalaman saya dengan proyek pengelolaan limbah cair di berbagai tempat membuat saya menyadari bahwa ketidakmampuan untuk memahami dinamika sosial masyarakat menyebabkan solusi teknis sering gagal.
Contohnya, selama saya bekerja sebagai anggota tim untuk merevitalisasi IPAL komunal di Jawa Barat, kami membuat sistem teknologi yang kami buat hampir tidak digunakan warga karena tidak ada metode komunikasi dan pembelajaran yang efektif. Di sinilah saya menyadari bahwa pembangunan memerlukan pendekatan multidisipliner, termasuk kebijakan manusiawi dan teknologi.
Oleh karena itu, saya ingin memperoleh gelar magister dalam bidang Kebijakan Lingkungan dan Manajemen. Saya tertarik dengan program University of Adelaide yang mengintegrasikan sains, teknologi, dan kebijakan publik, dan fokus penelitian saya adalah penerapan kebijakan lingkungan berbasis komunitas, terutama di lingkungan yang sangat beragam Indonesia.
Dengan informasi ini, saya bercita-cita untuk kembali bekerja sebagai perancang kebijakan lingkungan berbasis bukti di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau menjadi konsultan lingkungan di wilayah industri yang rentan terhadap pencemaran.
Meskipun Indonesia memiliki sumber daya manusia yang cukup dalam bidang teknologi, kita membutuhkan lebih banyak pekerja yang dapat mengintegrasikan aspek teknologi dan kemanusiaan. Saya ingin memberikan kontribusi ini melalui LPDP."
"Saya adalah anak bungsu dari delapan bersaudara yang tinggal di daerah-daerah terpencil di Nusa Tenggara Timur. Desa kami tidak memiliki perpustakaan, listrik sering padam, dan tiga tahun lalu baru ada sinyal internet. Tetapi sejak kecil, saya percaya bahwa pendidikan adalah cara keluar dari kemiskinan dan membangun desa.
Dari keluarga saya, saya adalah satu-satunya yang dapat melanjutkan kuliah. Tidak hanya masalah biaya, tetapi juga masalah psikologis. Saya pernah diejek karena aksen daerah saya, pernah minder karena tidak fasih berbahasa Inggris, dan hampir menyerah karena IP saya sempat menurun drastis pada tahun pertama.
Namun, saya tidak menyerah, saya mengambil kelas tambahan, meminta bantuan dari senior, dan terus membangun jaringan. Saya bangkit secara bertahap, menyelesaikan skripsi saya, dan lulus dengan nilai cumlaude.
Setelah lulus, saya kembali ke desa tempat saya kuliah dan menjadi relawan guru di sekolah menengah atas tempat saya bersekolah sebelumnya. Saya juga mengikuti program literasi digital untuk remaja dan mengadakan pelatihan keterampilan berbasis potensi desa seperti tenun dan anyaman.
Saya percaya bahwa masyarakat yang kuat adalah dasar dari negara yang kuat, jadi saya ingin melanjutkan studi saya ke bidang pembangunan masyarakat. Saya akan membawa ilmu yang saya pelajari kembali, bukan untuk hidup di kota, tetapi untuk meningkatkan desa tempat saya dibesarkan.
Karena, menurut pendapat saya, pendidikan bukan hanya tentang pergi, tetapi tentang kembali dan mengubah."
Berdasarkan Sumber lainnya yang terpercaya, berikut adalah beberapa saran yang dapat dicoba:
Menulis esai LPDP mirip dengan menulis cermin diri sendiri. Bukan tentang siapa yang paling pintar, tetapi siapa yang paling jujur, memiliki visi yang jelas, dan ingin memberikan kontribusi kepada Indonesia. Sudah siap menulis esai Anda sendiri setelah melihat contoh-contoh di atas?
(Kurniasih Miftakhul Jannah)