“Sebagai contoh, buku Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer bisa didiskusikan dan dianalisis di kelas sejarah untuk memahami pengalaman menjadi orang Indonesia di zaman kolonial Belanda dan dampak kolonialisme terhadap alam pikir masyarakat Indonesia pra-kemerdekaan.”
Ditanya tentang pemilihan Bumi Manusia – yang dulu dilarang Orde Baru – Anindito hanya mengatakan pemilihan karya yang direkomendasikan dilakukan tim kurator yang terdiri dari sastrawan mumpuni dan guru-guru yang berpengalaman menggunakan karya sastra di kelasnya.
“Jadi silahkan gali dari tim kurator untuk menanyakan mengapa karya Pram masuk dalam daftar rekomendasi,” ujarnya.
Okky Madasari, sastrawan dan sosiolog yang masuk ke dalam tim kurator Sastra Masuk Kurikulum, mengatakan Bumi Manusia dipilih berdasarkan kriteria tujuan pembelajaran untuk jenjang SMA “antara lain [untuk] memahami sejarah kebangsaan”.
“Karya Pramoedya memang sudah seharusnya diperkenalkan di bangku sekolah. Ketika memperkenalkan karya sastra, kita juga sedang memperkenalkan sejarah pergulatan intelektualisme dan capaian-capaian penting kreativitas Indonesia,” ujarnya via pesan teks pada Selasa (21/05).
“Karya Pramoedya tidak mungkin luput dan sudah seharusnya masuk. Bumi Manusia ditempatkan di jenjang SMA, karena mempertimbangkan kompleksitas cerita dan ketebalan.”
Selain Pramoedya, buku Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul, penyair dan aktivis yang dinyatakan hilang sejak 1998, dan Laut Bercerita karya Leila S. Chudori yang mengisahkan penculikan aktivis tahun 1998 juga masuk ke dalam daftar.
Okky menyebut puisi-puisi Wiji Thukul “penting dibaca untuk membangun kesadaran politik dan berpikir kritis [sehingga] direkomendasikan untuk dibaca pelajar SMA yang baru punya hak pilih.”
Adapun Laut Bercerita, menurut Okky, “cocok digunakan untuk mempelajari apa yang terjadi di seputar Reformasi 98”.
“Mempelajari sejarah juga merupakan tujuan pembelajaran,” jelasnya.
Walaupun peluncuran program ini bertepatan dengan peringatan 26 tahun kerusuhan Mei 1998 – dan ada buku-buku yang berkelindan dengan represi Orde Baru, Okky menyebut Sastra Masuk Kurikulum tidak berhubungan dengan Mei 1998.
“Pemilihan 20 Mei karena dalam rangkaian Hari Buku Nasional,” ujar Okky.
“Jika dianggap memperbaiki citra, citra yang ingin diperbaiki oleh Sastra Masuk Kurikulum adalah citra dunia pendidikan kita.”
Okky menyebut setelah perilisan rekomendasi, program dilanjutkan dengan penyusunan modul ajar yang diharapkan bisa menjadi contoh bagaimana buku-buku ini digunakan.
“Pekerjaan rumah besarnya sekarang ada pada peningkatan kesadaran dan pelatihan guru. Juga pada upaya agar buku-buku yang direkomendasikan tersedia luas. Perlu kerjasama dengan institusi lain seperti Perpustakaan Nasional, juga penerbit swasta,” ujar Okky.
(Taufik Fajar)