Dulu Dilarang Orde Baru, Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer Kini Masuk Kurikulum Sekolah

Saskia Adelina Ananda, Jurnalis
Rabu 22 Mei 2024 13:47 WIB
Novel Bumi Manusia Masuk Kurikulum (Foto: Okezone)
Share :

JAKARTA - Novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer sempat dilarang pada masa Orde Baru. Di masa itu, membaca, memiliki, ataupun menjual buku-buku Pramoedya bisa membuat Anda dijebloskan ke penjara.

Kini, pemerintah Indonesia memasukkan buku itu dalam daftar rekomendasi sastra kurikulum agar dibaca dan dipahami oleh siswa di seluruh Indonesia.

Novel Bumi Manusia menceritakan perjuangan anak bupati bernama Minke melawan diskriminasi Belanda terhadap pribumi pada masa kolonial di awal abad ke-20. Minke, yang bisa bersekolah karena privilesenya, menggunakan pengetahuannya untuk melawan kolonialisme Belanda.

Pramoedya Ananta Toer sendiri menjadi tapol (tahanan politik) di bawah pemerintahan Orde Baru karena afiliasinya dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang dibubarkan karena terkait dengan Partai Komunis Indonesia.

Di Pulau Buru, Pramoedya masih tetap produktif menulis: salah satunya adalah tetralogi Bumi Manusia yang mencakup Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1981), Jejak Langkah (1985), dan Rumah Kaca (1988)

Bumi Manusia sendiri dilarang Kejaksaan Agung dengan surat larangan nomor SK-052/JA/5/1981 setahun setelah terbit - sementara tiga buku sisanya langsung dilarang tak lama setelah dipublikasikan.

Beberapa mahasiswa pernah dipenjara dengan tuduhan menyimpan dan mengedarkan Bumi Manusia – salah satunya adalah Bonar Tigor Naipospos, yang diseret aparat dari kamar kosnya di Pondok Pinang, Jakarta Selatan pada Agustus 1989.

Bonar kemudian diinterogasi, dituntut, dan dijebloskan ke penjara hampir sembilan tahun. Dia dianggap sebagai aktor intelektual penyebar novel itu sekaligus menyebarkan ideologi komunisme.

“Ironis” adalah kata yang digunakan Bonar beberapa kali saat menanggapi kabar Bumi Manusia, novel sastrawan kawakan Pramoedya Ananta Toer, masuk daftar rekomendasi buku sastra ke dalam Kurikulum Merdeka mulai tahun ajaran baru.

"Saya enggak pernah membayangkan bahwa saya terkena hanya karena kasus buku. Bukan kita pula juga penulisnya. Ironisnya di situ," ujar Bonar dikutip BBC News Indonesia pada Rabu (22/5/2024).

Bonar kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Nasional Setara Institute – LSM yang fokus terhadap riset dan advokasi untuk demokrasi, kebebasan berpolitik, dan hak asasi manusia.

Bagi Bonar, Bumi Manusia “sangat baik” dan “harus dibaca” semua anak muda yang “memiliki kecintaan kepada negeri ini”. Dia berpendapat pemerintah “sangat naif” apabila tidak memasukkan karya-karya Pramoedya Ananta Toer dalam rekomendasi sastra di kurikulum.

“Pemerintah tidak bisa mengabaikan bahwa Pramoedya Ananta Toer adalah raksasa dalam sejarah Indonesia. Bukunya diterjemahkan dalam banyak bahasa [asing] dan [nama Pramoedya sempat didiskusikan] beberapa kali untuk mendapatkan Nobel [Sastra],” ujarnya.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) menempatkan sastra ke dalam Kurikulum Merdeka per tahun ajaran baru untuk tingkatan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Dalam konferensi pers Kemendikbud-Ristek menyebutkan ada 177 karya sastra termasuk novel, cerita pendek, puisi, dan non-fiksi yang bisa digunakan tenaga pengajar dalam menunjang proses pembelajaran di sekolah

Bagaimana proses 'Bumi Manusia' dan 176 buku lainnya masuk rekomendasi sastra dalam Kurikulum Merdeka?

Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbud-Ristek, Anindito Aditomo, mengatakan menegaskan bahwa Sastra Masuk Kurikulum ini bukan mata pelajaran tersendiri.

“Buku-buku yang direkomendasikan bisa digunakan sebagai bahan belajar mata pelajaran yang sudah ada, mulai bahasa Indonesia sampai IPA dan IPS,” ujar Anindito kepada wartawan Amahl Azwar.

“Sebagai contoh, buku Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer bisa didiskusikan dan dianalisis di kelas sejarah untuk memahami pengalaman menjadi orang Indonesia di zaman kolonial Belanda dan dampak kolonialisme terhadap alam pikir masyarakat Indonesia pra-kemerdekaan.”

Ditanya tentang pemilihan Bumi Manusia – yang dulu dilarang Orde Baru – Anindito hanya mengatakan pemilihan karya yang direkomendasikan dilakukan tim kurator yang terdiri dari sastrawan mumpuni dan guru-guru yang berpengalaman menggunakan karya sastra di kelasnya.

“Jadi silahkan gali dari tim kurator untuk menanyakan mengapa karya Pram masuk dalam daftar rekomendasi,” ujarnya.

Okky Madasari, sastrawan dan sosiolog yang masuk ke dalam tim kurator Sastra Masuk Kurikulum, mengatakan Bumi Manusia dipilih berdasarkan kriteria tujuan pembelajaran untuk jenjang SMA “antara lain [untuk] memahami sejarah kebangsaan”.

“Karya Pramoedya memang sudah seharusnya diperkenalkan di bangku sekolah. Ketika memperkenalkan karya sastra, kita juga sedang memperkenalkan sejarah pergulatan intelektualisme dan capaian-capaian penting kreativitas Indonesia,” ujarnya via pesan teks pada Selasa (21/05).

“Karya Pramoedya tidak mungkin luput dan sudah seharusnya masuk. Bumi Manusia ditempatkan di jenjang SMA, karena mempertimbangkan kompleksitas cerita dan ketebalan.”

Selain Pramoedya, buku Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul, penyair dan aktivis yang dinyatakan hilang sejak 1998, dan Laut Bercerita karya Leila S. Chudori yang mengisahkan penculikan aktivis tahun 1998 juga masuk ke dalam daftar.

Okky menyebut puisi-puisi Wiji Thukul “penting dibaca untuk membangun kesadaran politik dan berpikir kritis [sehingga] direkomendasikan untuk dibaca pelajar SMA yang baru punya hak pilih.”

Adapun Laut Bercerita, menurut Okky, “cocok digunakan untuk mempelajari apa yang terjadi di seputar Reformasi 98”.

“Mempelajari sejarah juga merupakan tujuan pembelajaran,” jelasnya.

Walaupun peluncuran program ini bertepatan dengan peringatan 26 tahun kerusuhan Mei 1998 – dan ada buku-buku yang berkelindan dengan represi Orde Baru, Okky menyebut Sastra Masuk Kurikulum tidak berhubungan dengan Mei 1998.

“Pemilihan 20 Mei karena dalam rangkaian Hari Buku Nasional,” ujar Okky.

“Jika dianggap memperbaiki citra, citra yang ingin diperbaiki oleh Sastra Masuk Kurikulum adalah citra dunia pendidikan kita.”

Okky menyebut setelah perilisan rekomendasi, program dilanjutkan dengan penyusunan modul ajar yang diharapkan bisa menjadi contoh bagaimana buku-buku ini digunakan.

“Pekerjaan rumah besarnya sekarang ada pada peningkatan kesadaran dan pelatihan guru. Juga pada upaya agar buku-buku yang direkomendasikan tersedia luas. Perlu kerjasama dengan institusi lain seperti Perpustakaan Nasional, juga penerbit swasta,” ujar Okky.

(Taufik Fajar)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Edukasi lainnya