JAKARTA - Orangtua mahasiswa UGM menggantikan wisuda anaknya yang sudah meninggal dunia. Momen ini pun penuh haru.
Orangtua tersebut bernama Jono (73) dan Ngadinah (58) yang menggantikan anaknya bernama Dewi Sekar Rumpaka yang telah meninggal dunia pada 26 Januari 2024.
Di tengah prosesi Wisuda Program Sarjana dan Sarjana Terapan yang berlangsung, Rabu 21 Februari 2024, Jono (73) dan Ngadinah (58) melangkah ke panggung sambil membawa pigura berukuran 40×60 cm dengan potret anak kesayangan mereka.
Keduanya dipanggil secara khusus untuk mewakili sang anak, Dewi Sekar Rumpaka yang telah meninggal dunia. Ijazah diserahkan langsung oleh Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia didampingi Dekan Fakultas Kehutanan.
“Senang sekali, dan bangga yang memberi ijazahnya Bu Rektor sendiri. Anak saya kalau tahu pasti bahagia, ya biar dia tenang di sana,” tutur sang ibu seperti dilansir laman UGM, Jakarta, Kamis (22/2/2024).
Dewi mengalami kecelakaan dalam perjalanannya ke kampus untuk mengikuti sidang skripsi beberapa bulan sebelumnya, dan sempat keluar masuk rumah sakit untuk mendapat perawatan sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir di RSUP dr. Sardjito.
Berkat prestasinya selama menjalani perkuliahan Dewi dinyatakan lulus dengan predikat cum laude, dengan Indeks Prestasi Kumulatif sebesar 3,86.
BACA JUGA:
Menurut orangtuanya, Dewi adalah sosok anak yang periang, jarang mengeluh, dan tekun dalam menuntut ilmu. Bahkan ketika masih dalam masa pemulihan pasca kecelakaan pun, ia tetap bersemangat untuk segera mengikuti pendadaran dan menunaikan tugasnya sebagai seorang mahasiswa.
Mata sang ibu pun berbinar-binar ketika menceritakan prestasi anak keduanya itu, yang konsisten mendapat peringkat pertama ketika masih duduk di bangku sekolah dan berhasil diterima kuliah di Fakultas Kehutanan UGM melalui jalur Penelusuran Bibit Unggul Tidak Mampu (PBUTM).
Tidak hanya menjadi kebanggaan orangtua, Dewi juga menjadi sosok yang berarti bagi kedua saudara dan orang-orang terdekatnya.
“Dia itu seperti matahari keluarga, kalau ada dia suasana rumah jadi hangat. Kehilangan separuh nyawa lah, rumah jadi sepi, jadi pada sedih,” tutur Ngadinah.