Ironisnya, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (1) telah menjamin bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Namun implementasinya masih jauh dari harapan. Anak-anak dari keluarga pemulung, pekerja informal, hingga yang berstatus tidak jelas dalam administrasi kependudukan masih menjadi korban dari sistem yang tidak inklusif.
Pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan Kota Bekasi dan Wali Kota setempat, telah diminta untuk segera mengambil langkah konkret. Namun, solusi tidak bisa hanya bersifat reaktif atau sebatas menyelesaikan satu kasus. Diperlukan reformasi sistemik terhadap mekanisme penerimaan peserta didik, dengan pendekatan yang lebih humanis, fleksibel, dan berpihak pada mereka yang rentan.
Pendidikan seharusnya menjadi jembatan bagi perubahan hidup, bukan menjadi tembok pemisah berdasarkan latar belakang ekonomi. Ketika sistem tidak memberi ruang bagi anak-anak seperti Keimita, maka negara sedang menutup masa depan bangsanya sendiri.
Tidak seharusnya mimpi anak-anak kandas hanya karena mereka lahir dari keluarga yang dianggap "salah" oleh sistem. Sudah waktunya negara hadir secara utuh tidak hanya lewat retorika, tetapi melalui kebijakan yang benar-benar menjangkau mereka yang paling membutuhkan.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)