Selain dari kalangan Duta Bahasa tingkat provinsi dan nasional, mayoritas kandidat lain berasal dari dari kalangan akademisi yang telah malang melintang di dunia Pendidikan. Namun, latar belakang yang berbeda dari kandidat lain justru dijadikan senjata oleh Fandi, yakni memadukan ilmu dan latar belakang jurnalistik dengan pengalaman mengajar sebagai asisten dosen yang pernah ia jalani saat berada di semester 5 perkuliahan. Menerapkan ilmu jurnalistik dalam seleksi tersebut bukan tanpa alasan.
Menurutnya, ilmu jurnalistik sangat erat kaitannya dengan bahasa Indonesia terutama kemampuan menulis dan berbicara sebagai bagian penting dalam diri seorang jurnalis. Terlebih, dalam penugasan di setiap negara, topik mengenai profesi jurnalistik, menganalisa berita atau sekadar menyaksikan liputan-liputan Indonesia dengan beragam topik menjadi salah satu yang paling menarik antusias warga negara asing yang mempelajari bahasa Indonesia.
Dalam penugasan pun, Fandi kerap bertemu jurnalis yang bergabung ke program BIPA dan belajar bahasa Indonesia. Bahkan, di negara tempatnya bertugas saat ini, yakni di Uzbekistan tepatnya di Tashkent State University of Oriental Studies, Fandi mengajar untuk Program Studi Jurnalistik Internasional. Kondisi ini membuat dirinya tidak hanya berbagi ilmu bahasa Indonesia, namun juga kerap diminta berbagi pengalaman dan pengetahuan sebagai seorang jurnalis.
(Feby Novalius)