BANDUNG - Apoteker memiliki peran penting untuk mengedukasi dan membuat masyarakat cermat dalam memilih dan mengonsumsi obat yang tepat guna merespons fenomena penyakit gangguan ginjal akut.
Hal ini diungkapkan oleh Pakar dari Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad) Profesor Muchtaridi.
Menurutnya, di beberapa wilayah masih ditemukan masyarakat yang menggunakan obat untuk penggunaan yang bukan semestinya.
Terlebih lagi masih ada yang menggunakan obat-obatan khusus untuk manusia, tetapi diberikan kepada hewan.
"Di Indonesia edukasi tentang obat masih kurang. Apoteker harusnya berperan di sini," kata Muchtaridi dikutip dari Antara, Kamis (20/10/2022).
Selain itu, lanjutnya, masyarakat Indonesia juga masih banyak yang belum memahami mengenai warna tanda dalam kemasan obat.
Follow Berita Okezone di Google News
Padahal, tanda tersebut berfungsi menjelaskan mengenai golongan obat, kegunaan, serta cara penggunaannya.
“Misalnya, masyarakat menganggap warna hijau itu obat bebas. Jadi, bisa dikonsumsi dengan bebas, padahal kan bisa bahaya. Itu edukasinya yang kurang,” kata dia.
Untuk itu, katanya, apoteker punya wewenang dalam memutuskan kelayakan suatu jenis obat untuk dikonsumsi kepada pasien sesuai dengan kondisinya.
Dia mendorong kurikulum pendidikan farmasi maupun apoteker perlu diperkuat. Salah satu yang perlu diperkuat adalah materi stabilitas obat.
Dia menilai kasus dietilen glikol dan etilen glikol dalam obat parasetamol di Gambia merupakan bukti bahwa stabilitas suatu obat tidak bisa diabaikan, karena bakal berdampak bagi penggunanya.
“Misalnya, ketika aspirin terkena air atau lembab, itu jangan dimakan, karena akan terpecah menjadi asam atetat dan menjadi racun kalau dimakan. Masyarakat tidak paham, yang paham apoteker,” kata dia.