Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Dampak Belajar Online Selama Covid-19 Siswa Stres hingga Dugaan Bunuh Diri

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Jum'at, 19 Februari 2021 |13:37 WIB
Dampak Belajar Online Selama Covid-19 Siswa Stres hingga Dugaan Bunuh Diri
Siswa di Mojokerto belajar online. (Foto:Sholahudin)
A
A
A

"Kasus bunuh diri ini memang dibantah-bantah. Walau dibantah, sebenarnya kan ada indikator PJJ menjadi penyebab," kata Retno.

Ia juga menyayangkan kasus bunuh diri anak seringkali dianggap hanya masalah anak bersangkutan.

"Ketika mengatasi masalah psikologis anak, perlu diingat tidak semua anak sama. Ada anak-anak yang bisa melewati, ada yang tak bisa memecahkan masalah yang ada.

"Saya menganggap jangan-jangan yang punya gangguan kesehatan mental itu silent (diam) dan nggak ketahuan, jangan-jangan ini masalah gunung es.

Ia mengatakan ketika belajar di rumah, anak-anak dibatasi secara sosial, padahal sebagai anak mereka perlu untuk bermain dan belajar.

Kondisi itu, yang diperparah faktor lain, seperti ketidakmampuan anak mengikuti pelajaran, hingga kondisi ekonomi keluarga yang sulit karena pandemi Covid-19, membuat beberapa anak mencari pelarian.

Bagi yang mampu, mereka bisa saja mencari pelarian ke gim-gim daring, hal yang disebut Retno bisa berujung pada 'kecanduan'.

Sementara, ada anak yang mengambil jalan untuk menyakiti diri sendiri, yakni dengan melakukan bunuh diri.

"Satu anak meninggal gara-gara PJJ itu sudah masalah, apalagi lebih dari satu," ujarnya.

Retno mengatakan sangat penting bagi guru-guru bimbingan konseling di sekolah untuk aktif memantau kesehatan mental anak-anak selama pandemi.

Pentingnya Teman Sebaya

Mengomentari tentang dampak psikologis remaja saat belajar di rumah, psikiater dr. Nova Riyanti Yusuf mengutip teori psikososial yang mengatakan bahwa bagi kalangan remaja, yang paling bermakna bukanlah orang tua, melainkan peers (teman sebaya).

"Saat ini dia (anak remaja) dipaksa untuk bertumbuh tidak sesuai dengan teori psikososial, jadi bisa dibayangkan. Dia tidak mengalami proses yang normal itu tadi," kata Nova. 

Untuk menghadapi itu, Nova mengatakan orang tua perlu untuk memahami generasi Z dengan karakter mereka, di antaranya yang sangat aktif di media sosial.

Menurut Nova, orang tua juga perlu membuka ruang komunikasi dengan anak.

"Ditanya anak maunya apa. Tidak bisa lagi mendikte. Anak sekarang tak bisa lagi didikte," kata Nova.

Jika melihat perubahan perilaku anak, Nova juga menyarankan orang tua tak menyangkal, tapi mencari bantuan profesional.

Untuk bantuan konsultasi, ia mengatakan orang tua bisa mencoba layanan yang disediakan gratis oleh Kemenkes yakni Sehat Pedia.

Orang tua, katanya, bisa juga memanfaatkan layanan kesehatan jiwa yang disediakan BPJS.

Apa dampak jangka panjang bagi anak?

Pengajar di Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata, Dr. Endang Widyorini, mengatakan dalam jangka panjang, anak dan remaja bisa kehilangan keahlian-keahlian bersosialisasi karena sudah hampir setahun belajar di rumah.

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement