Dalam masyarakat yang terdidik, budaya ilmiah sangatlah diperhitungkan. Agar ilmu pengetahuan yang dihasilkan tidak berakibat pada kekacauan, yaitu merusak kohesisosial. Berbeda dengan scientificmis conduct yang mana perilaku ini menekan pada adanya tindakan penipuan, pemalsuan, plagiat, dan pemaksaan, tentu menyimpang dari budaya ilmiah. Scientific misconduct menjadi sisi gelap dari ilmu pengetahuan yang jika perilaku ini semakin menjamur, maka akan merusak tatanan sosial.
Budaya ilmiah mengajak masyarakat agar terbiasa mengutamakan integritas, kejujuran, dan objektivitas dalam menerima, mencari, maupun membuat sebuah informasi. Apabila informasi yang disampaikan itu faktual-objektif, maka akan membentuk keseimbangan mentalitas masyarakat. Namun, bila yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu scientific misconduct dan berita hoaks semakin menjamur, maka persoalan kecil bisa menjadi besar sebab adanya peran penyimpangan fakta asal. Upaya memverifikasi berita hoaks sebagai bentuk budaya ilmiah mungkin terlihat remeh.
Namun, sejarah telah memperlihatkan catatan kelam yang dihasilkan olehnya. Berita hoax tidak hanya sekadar kumpulan tulisan saja, tapi lebih jauh, ia mampu mengubah cara berpikir masyarakat lalu mengubah sikapnya secara keseluruhan. Karena itu, antusiasme kita terhadap budaya ilmiah perlu ditingkatkan agar kohesi sosial tetap stabil. Tanpa itu, keberagaman dalam masyarakat kita saat ini akan penuh kecurigaan.
Mengingat kebebasan berpendapat di era demokrasi kini juga semakin tak terbendung dan upaya menjaga perdamaian membutuhkan biaya tidak sedikit kalau sampai sendi-sendi dalam masyarakat sudah tidak terkendali lagi. Wallahualam.
(Achmad Abdul Aziz/ Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)
(Rani Hardjanti)