JAKARTA - Hari ini Bahasa Indonesia menginjak usianya yang ke-90. Hari jadi Bahasa Indonesia bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, sebagaimana tercantum dalam Ikrar pada 28 Oktober 1928.
"Bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia." Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.
Dengan adanya bahasa Indonesia, bangsa yang beragam budaya di Tanah Air ini memiliki bahasa persatuan. Namun seiring dengan kemajuan zaman, bahasa Indonesia terus disempurnakan. Hingga akhirnya bahasa Indonesia bukan hanya berfungsi untuk komunikasi, tetapi juga bisa dinikmati dalam rangkaian kalimat berupa karya sastra Indonesia.
Indonesia memiliki tokoh-tokoh atau sosok yang berperan dalam sastra Indonesia dengan karya sastra yang legendaris. Nah, dengan adanya HUT Bahasa Indonesia ke-90 ini, mari kita tilik kembali karya sastra legendaris di Indonesia, seperti disarikan dari data Badan Bahasa Kemendikbud.
1. AA Navis, dengan karya "Robohnya Surau Kami"
Nama lengkap A.A. Navis adalah Ali Akbar Navis, tetapi sepanjang kariernya ia lebih dikenal dengan namanya yang lebih simpel A.A. Navis. Ia lahir di Padangpanjang, Sumatera Barat, tanggal 17 November 1924. Ia merupakan anak sulung dari lima belas bersaudara.
Berbeda dengan kebanyakan putra Minangkabau yang senang merantau, A.A. Navis
telah memateri dirinya untuk tetap tinggal di tanah kelahirannya. Ia berpendapat bahwa merantau hanyalah soal pindah tempat dan lingkungan, tetapi yang menentukan keberhasilan tetaplah kreativitas itu sendiri.
Kesenangan A.A. Navis terhadap sastra dimulai dari rumah. Orang tuanya, pada saat itu, berlangganan majalah Panji Islam dan Pedoman Masyarakat. Kedua majalah itu memuat cerita pendek dan cerita bersambung di setiap edisinya. Navis selalu membaca cerita itu dan lama-kelamaan ia mulai menggemarinya. Ayahnya, St. Marajo Sawiyah, mengetahui dan mau mengerti akan kegemaran Navis. Ayahnya pun lalu memberikan uang agar Navis dapat membeli buku bacaan kegemarannya. Itulah modal awal Navis untuk menekuni dunia karang-mengarang di kemudian hari.
Baca Juga: Jokowi dan 28 Ribu Pemuda Bakal Bacakan Ikrar Sumpah Pemuda
Navis memulai kariernya sebagai penulis ketika usianya sekitar tiga puluhan. Sebenamya ia sudah mulai aktif menulis sejak tahun 1950. Akan tetapi, kepenulisannya baru diakui sekitar tahun 1955 sejak cerpennya banyak muncul di beberapa majalah, seperti Kisah, Mimbar Indonesia, Budaya, dan Roman.
Selain cerpen, Navis juga menulis naskah sandiwara untuk beberapa stasiun RRI, seperti Stasiun RRI Bukittinggi, Padang, Palembang, dan Makassar. Selanjutnya, ia juga mulai menulis novel. Tema yang muncul dalam karya A.A. Navis biasanya bernapaskan kedaerahan dan keagamaan sekitar masyarakat Minangkabau.
Di luar bidang kepengarangannya itu, Navis bekerja sebagai pemimpin redaksi di harian Semangat (harian angkatan bersenjata edisi Padang), Dewan Pengurus Badan Wakaf INS, dan pengurus Kelompok Cendekiawan Sumatera Barat (Padang Club). Di samping itu, Navis juga sering menghadiri berbagai seminar masalah sosial dan budaya sebagai pemakalah atau peserta.
a. Cerita Pendek
- Robohnya Surau Kami (kumpulan cerpen), 1986
- Hujan Panas dan Kabut Musim (kumpulan cerpen), 1990
- “Cinta Buta”, Roman, Thn. IV, No. 3, 1957
b. Puisi
Dermaga dengan Empat Sekoci (kumpulan 34 puisi), Bukittinggi: Nusantara
c. Novel
- Kernarau, 1992
- Saraswati si Gadis dalarn Sunyi,
2. Gorys Keraf, dengan karya "Tata Bahasa Indonesia"
Dr. Gorys Keraf lahir di Lamera/ Lembata NTT tanggal 17 November 1936. Beliau meninggal di usia 61 tahun pada tanggal 30 Agustus 1997. Beliau adalah seorang ahli bahasa di Indonesia dan juga tokoh Katolik Indonesia.
Beliau menamatkan sekolah menengah pertama di Seminari Hokeng (1954). Kemudian, sekolah menegah atas beliau selesaikan di Syuradikara Ende (1958). Masuk Fakultas Sastra Universitas Indonesia tahun 1959 hingga memperoleh gelar sarjana sastra Jurusan Bahasa Indonesia, Jurusan Lingustik tahun 1964. Beliau meraih doktor dalam bidang lingustik dari Universitas Indonesia (22 Februari 1978) dengan disertasi berjudul "Morfologi Dialek Lamarela". Beliau pernah mengajar di SMA Syuradikara, SMA Seminari di Hokeng, SMA Buddahaya II Jakarta (1962—1965), SMA Santa Ursula, dan SMA Theresia (1964).
Baca Juga: Luar Biasa! Bertepatan Hari Sumpah Pemuda, Paviliun Indonesia Berdiri di Kiev
Gorys Keraf juga pernah menjadi dosen di Fakultas Pendidikan dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan, Unika Atma Jaya, (1967), Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, dan Jakarta Accademy Languages Jakarta (1971). Beliau menjadi dosen tetap di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, sejak tahun 1963, di samping menjadi koordinator mata kuliah Bahasa Indonesia dan Retorika di Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial, Universitas Indonesia.
Karya
Tata Bahasa Indonesia (1970)
Komposisi (1971; 1980)
Diksi dan Gaya Bahasa (1981)
Eksposisi dan Deskripsi (1981)
Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia untuk Tingkat Pendidikan Menengah (1991)
Lingustik Bandingan Historis (1958)