JAKARTA - Bukan rahasia jika jumlah paten yang dihasilkan para peneliti Indonesia masih tergolong rendah. Data Kementerian Hukum dan HAM menunjukkan, hingga 2011, dari sekira 83 ribu paten, baru sebanyak lima ribu paten dari orang Indonesia. Sementara sisanya merupakan paten orang asing.
Menurut Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Kerja Sama Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Adi Utarini, rumitnya birokrasi menjadi salah satu penyebab minimnya jumlah paten di Indonesia. Apalagi di bidang kesehatan.
Hal itu, berdampak pada pemenuhan kebutuhan alat medis dan produk kesehatan yang sangat bergantung pada impor. Bayangkan saja, sekira 90 persen alat kesehatan yang digunakan di Indonesia merupakan produk impor.
Padahal, alat-alat kesehatan tersebut bisa diproduksi secara mandiri oleh masyarakat Indonesia. “Banyak alat-alat kesehatan yang saat ini diimpor sebenarnya alat-alat yang sederhana dan seharusnya bisa diproduksi di dalam negeri,” ujar Utarini, seperti dilansir dari situs UGM, Kamis (23/10/2014).
Utarini menyebut, tidak sedikit peneliti Indonesia yang telah menciptakan alat medis dan produk kesehatan inovatif. Namun, kebanyakan temuan mereka belum dipatenkan karena terkendala proses mendapatkan paten yang rumit dan memakan waktu dan biaya besar.