MALANG - Siswa SMK di Kota Malang membuat sepeda motor dan mobil listrik. Menariknya kendaraan listrik rakitan siswa SMKN 10 Kota Malang ini ada yang dimodifikasi dari kendaraan konvensional berbahan bakar minyak (BBM) yakni dua unit sepeda motor, dengan rangka sepeda motor matic dan satu unit sepeda motor bebek. Biaya pembuatannya juga dijamin rendah.
Sepeda motor listrik lainnya dirakit merupakan jenis Chopper dengan bentuk cukup unik. Memiliki kapasitas kontroler penggerak baterai atau BLDC hingga 2.000 Watt dengan kapasitas baterai 72 volt.
BACA JUGA:
Sementara untuk mobil listrik, ada dua tipe yakni kendaraan angkut wisata bertipe carry, dengan kapasitas angkut hingga enam orang, serta satu mobil bertipe jeep wisata dengan kapasitas empat orang. Kendaraan-kendaraan ini merupakan kreasi dari para siswa, sekaligus untuk media pembelajaran praktek pengenalan komponen kendaraan listrik ke siswa.
Shodiq, salah satu guru SMKN 10 Kota Malang menyatakan, bila pengenalan kendaraan listrik memang menjadi fokus di SMKN 10 Kota, karena pemerintah mulai mengembangkan kendaraan berbasis bahan bakar listrik. Hal ini membuat pihak sekolah terdorong menyiapkan sumber daya manusia (SDM) siswa yang siap memenuhi tenaga kerja di sektor kendaraan listrik.
BACA JUGA:
"Kita ingin menyiapkan tenaga kerja, atau lulusan yang sudah siap dengan tantangan yang sudah ada. Jangan sampai kalau anak-anak lulus itu mereka baru tahu apa itu mobil listrik. Jadi sebelum ada era di transisi dimulai kita sudah siapkan tenaga kerjanya," ucap Shodiq, ditemui di SMKN 10 Kota Malang, Selasa (19/12/2023).
Listrik menjadi pilihan bagi SMKN 10 Kota Malang, karena sudah ada petunjuk teknisnya, sehingga memudahkan melakukan riset. Hal ini berbeda dengan kendaraan berbahan gas, yang dinilai masih belum tahu cara mengolahnya. Selain itu, untuk biaya perakitan kendaraan listrik dinilai lebih murah, daripada kendaraan berbahan gas. Sebab untuk biaya selama ini memang swadaya dari belum bisa dianggarkan dari alokasi anggaran komponen sekolah.
"Dari segi biaya, pembiayaan kita swadaya, jadi belum dianggarkan dari komponen sekolah itu belum bisa. Kedua memang teknologi baru harus banyak riset. Jadi banyak sekali saat kita eksperimen kegagalan itu banyak, itu tantangannya," terangnya.
Biaya Murah
Menurutnya, dari riset itu siswa-siswanya mampu memproduksi tiga tipe kendaraan listrik yakni untuk tipe mobil angkut wisata, mobil jeep, hingga sepeda motor listrik. Tapi riset yang dilakukan sebelum berhasil merakit kendaraan listrik disebut Sodiq cukup lama dengan beberapa tantangannya.
"Risetnya lama dua tahunan, riset kita utamakan, terutama tentang baterai, karena yang utama baterai dan juga motor listriknya, kita akan belajar banyak studi tiru ke tempat-tempat lain bagaimana cara produksinya mungkin tahun ini kita riset. Di tahun depan kita mulai merakit dan mencoba untuk memproduksi sendiri," jelasnya.
Dari hasil riset itu, siswa-siswanya mampu memproduksi tiga tipe kendaraan listrik, mulai dari mobil angkut berbentuk seperti carry untuk transportasi wisata, mobil jeep wisata, hingga empat unit sepeda motor listrik beragam bentuk. Dimana dua di antaranya merupakan modifikasi, dari sepeda motor mesin matic dan satu lagi dari motor bebek.
"Kalau baterainya itu yang motor dulu 72 volt, menggunakan mesin 4.000 watt, itu nanti bisa digunakan sampai sekitar 40 kilometer. Kalau yang mobil carry angkut ini dia pakai baterai kayak baterai aki biasa, kalau yang mobil jeep sudah lithium-ion. Kalau yang baterai biasa ini 24 volt dirakit digabung jadi enam baterai jadi satu," jelasnya.
Perbedaan antara penggunaan baterai aki biasa dan baterai lithium-ion disebutnya, lebih tahan lama pada baterai lithium-ion. Dimana khusus untuk motor listrik memiliki waktu pengisian hingga dua jam, pada daya listrik di rumah 900 watt.
"Untuk yang mobil (pengisian daya) sekitar 3 sampai 4 jam, untuk sepeda motor hiss dipakai 50 sampai 60 kilometer, kalau mobil baru sampai 30-an kilometer, karena masih pengembangan terus. Kalau litium lebih lama dan kapasitasnya, meskipun ukurannya kecil kapasitasnya lebih besar, dan penyimpanannya juga lebih banyak," paparnya.
BACA JUGA:
Sayangnya baterai - baterai ini kata dia, masih dibeli dari yang sudah beredar di pasaran. Sebab komponen baterai memang masih bergantung dari produksi luar negeri, sehingga pihaknya masih kesulitan memproduksi baterai untuk mobil listrik sendiri.
"Kalau dari produk lokal kami kira yang nggak bisa disupport terutama dari baterai, dan juga controller baterainya. (Baterai mobil listrik) belum bisa produksi sendiri, setahu kami di Indonesia belum ada produksi baterai untuk mobil listrik," bebernya.
Sementara itu, Kepala Program Keahlian Otomotif SMKN 10 Aditya Sukma Wijaya mengungkapkan, beberapa kendaraan listrik rakitan siswanya telah diujicobakan di jalanan dan dalam kondisi posisi hujan, serta banjir. Ia mencontohkan untuk sepeda motor modifikasi Honda Beat, yang dibuat tinggi komponen kelistrikannya aman untuk menerjang hujan dan genangan air di jalanan protokol Kota Malang.
"Kalau Beat modifikasi ini di konsep agak tinggi, jadi nggak sampai ada air yang masuk ke bagian controller atau modul listriknya, jadi aman karena ketutup semua, di motor Chopper itu kemarin belum sampai pengujicobaan ketika hujan," ucap Aditya.
Sedangkan, untuk mobil Jeep listrik juga sudah diujicobakan ketika cuaca hujan. Sementara untuk mobil carry pihaknya belum melaksanakannya karena ada beberapa komponen yang dikhawatirkan rusak dan bahaya.
"Karena biayanya juga tidak sedikit, maka ditakutkan berbahaya. Tapi secara garis besar perakitan kendaraan listrik lebih murah bila membeli baterai di aftermarket (yang sudah terjual di pasaran)," bebernya.
BACA JUGA:
Adit, sapaan akrabnya merinci bagaimana biaya perakitan lebih murah menggunakan baterai yang sudah jadi, dibandingkan memproduksi baterai sendiri. Perhitungan biayanya dapat ditekan dari Rp 7 - 8 juta, menjadi Rp 5 juta saja.
"Kekuatannya juga lebih lama 25 - 30 persen. Kapasitas daya tahannya juga tahan 2 - 3 bulanan. Perakitan baterai ini menggunakan baterai bekas laptop," ujarnya.
Kendaraan listrik ini juga telah diujicobakan dengan jarak tempuh 15 kilometer lebih dengan situasi lalu lintas (lalin) macet. Hal ini terjadi ketika SMKN 10 Kota Malang mengikuti pameran di Surabaya.
"Kemarin yang mobil ini ke Surabaya, dari Malang diangkut ke Surabaya kemudian di Surabaya pameran, dari SMK 6 Surabaya menuju Grahadi itu sekitar 7 kilometer. Kemudian dari kehadi lanjut ke Maspion sekitar 8 kilometer, sekitar 15 kilometer itu masih bisa nggak ada trobel," ungkap Adit kembali.
Di sisi lain, perakitan kendaraan listrik juga memberi pengalaman bagi siswa SMKN 10 Kota Malang. Abdul Ghofur, siswa kelas XII mengaku memperoleh pengalaman berharga mengikuti riset pengembangan kendaraan listrik di sekolahnya. Ia sendiri mengikuti riset pengembangan sejak kelas XI lalu.
"Saya lebih tahu tentang teknologi modern yaitu konvensi bahan bakar bensin menuju listrik, yang sebelumnya kita mempelajari tentang mesin konvensional BBM, tapi sekarang saya mengenal mengenai ilmu tentang motor listrik yang sedang berkembang saat ini," ucap Ghofur.
Baginya pengembangan komponen kendaraan listrik dinilai lebih rinci daripada kendaraan bermotor konvensional berbahan BBM. Selain itu, beberapa komponen di dalamnya perlu dihitung secara cermat, bukan hanya sekedar disambungkan begitu saja, seperti halnya di komponen kendaraan konvensional.
"Kesulitannya yaitu kendaraan motor listrik itu lebih banyak arus-arus yang tidak bisa dilihat, hanya bisa dihitung oleh alat, sedangkan yang konvensional, atau bahan bakar bensin itu sudah tahu bagaimana cara menyetelnya, atau ketepatan dari suatu sistem mesinnya, kalau yang listrik itu tidak bisa kita harus memprogram mulai dari nol, supaya mobil itu bisa berjalan," pungkasnya.
(Marieska Harya Virdhani)