JAKARTA – Banyak orang memperhatikan bahwa aksara Thailand memiliki kemiripan bentuk dengan aksara Jawa. Kesamaan ini bukan kebetulan, melainkan karena keduanya berasal dari akar sejarah yang sama, yaitu aksara Pallawa dari India Selatan yang menyebar ke Asia Tenggara sejak abad ke-4 hingga abad ke-8 Masehi.
Melansir Majalah Scroll.in, aksara-aksara di Asia Tenggara seperti Jawa, Sumatra, Bali, Thailand, Myanmar, Laos, dan Kamboja semuanya diturunkan dari aksara Pallawa. Aksara ini digunakan pada masa Dinasti Pallawa (sekitar abad ke-3 hingga ke-9 Masehi) di India Selatan, dan awalnya dipakai untuk menulis prasasti berbahasa Sanskerta maupun Prakrit.
Aksara Pallawa menyebar ke Asia Tenggara melalui para pedagang, pendeta, dan pelajar, khususnya selama masa pemerintahan Raja Mahendravarman I (600–630 Masehi). Di Kamboja, Pallawa melahirkan aksara Khmer Kuno yang kemudian menjadi dasar aksara Thai. Di Jawa, Pallawa berkembang menjadi aksara Kawi yang selanjutnya menurunkan aksara Jawa modern (hanacaraka).
Jejak Pallawa dapat dilihat pada prasasti kuno di India, Myanmar, Kamboja, hingga Indonesia. Di Kamboja, aksara Khmer Kuno digunakan sejak abad ke-7 Masehi dan menyebar ke Laos serta wilayah Thailand utara. Aksara Khmer inilah yang kemudian menjadi dasar penciptaan aksara Sukhothai oleh Raja Ramkhamhaeng pada abad ke-13, yang berkembang menjadi aksara Thai modern.
Di Jawa, prasasti tertua dengan aksara Pallawa ditemukan di Tarumanagara (abad ke-5) dan Kutai (abad ke-5). Seiring waktu, aksara ini berkembang menjadi aksara Kawi (sekitar abad ke-8), lalu berubah menjadi aksara Jawa yang masih dikenal hingga kini.
Secara visual, aksara Jawa dan Thai sama-sama berbentuk melengkung. Hal ini dipengaruhi media tulis pada masa lalu, yakni daun lontar atau daun palem, yang tidak memungkinkan banyak goresan lurus karena mudah merobek permukaan.
Selain itu, keduanya menggunakan prinsip abugida – setiap huruf konsonan mengandung vokal bawaan, sementara vokal lain ditambahkan melalui tanda diakritik. Misalnya, vokal ditulis di atas konsonan, sedangkan vokal u ditulis di bawah, baik dalam aksara Jawa maupun Thai.
Meski mirip, aksara Thai dan Jawa berkembang sesuai kebutuhan bahasanya masing-masing. Aksara Thai memiliki 44 konsonan dan 4 tanda nada untuk menyesuaikan dengan sistem nada bahasa Thai. Sementara itu, aksara Jawa tidak mengenal nada, tetapi memiliki sistem pasangan untuk menulis gugus konsonan serta aksara khusus seperti swara (huruf vokal independen).
Sejarawan Jan Wisseman Christie (1998) menulis bahwa masuknya Hindu-Buddha dari India Selatan membawa serta bahasa Sanskerta dan Pali ke Asia Tenggara. Agama dan teks keagamaan inilah yang menjadi jalur utama penyebaran aksara Pallawa. Menariknya, bahasa-bahasa India Selatan sendiri tidak ikut terbawa; yang berkembang adalah bahasa lokal Asia Tenggara yang dituliskan dengan huruf turunan Pallawa.
Huruf Thailand dan aksara Jawa tampak mirip karena keduanya “saudara jauh” yang sama-sama merupakan keturunan dari aksara Pallawa India. Mereka berkembang di wilayah berbeda, tetapi tetap menyimpan ciri khas warisan yang sama.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)