Di sisi lain, Mu'ti coba melihat secara akademik, praktik menyontek ini terjadi lantaran ada sejumlah faktor. Pertama, praktik ini berkaitan dengan bentuk atau model soal yang masih menekankan pada hafalan. Kedua, memang ada faktor yang berasal dari rasa tidak percaya diri murid dalam penguasaan materi itu.
Ketiga, tutur Mu'ti, ada hal yang berkaitan dengan orientasi pendidikan ini yang masih kuantitatif. Sehingga, keberhasilan itu diukur dari berapa nilainya, berapa peringkatnya dan sebagainya.
"Yang kadang-kadang itu menjadi salah satu dari beberapa sebab kenapa menyontek itu masih cukup tinggi angkanya sesuai dengan survei yang dilakukan oleh KPK," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 menemukan praktik menyontek dan plagiarisme di lingkungan pendidikan. Dari survei yang melibatkan hampir 450.000 responden, kasus menyontek sebanyak 98 persen ditemukan di kampus dan 78 persen di sekolah.
“Dengan kata lain menyontek masih terjadi pada mayoritas sekolah dan kampus,” kata Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, dikutip Sabtu (26/4/2025).
(Dani Jumadil Akhir)