Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Orang Asing Makin Sulit Kuliah di Inggris, Kenapa?

Tim Okezone , Jurnalis-Senin, 08 Juli 2024 |11:09 WIB
Orang Asing Makin Sulit Kuliah di Inggris, Kenapa?
Orang Asing Makin Sulit Kuliah di Inggris, Kenapa? (Foto: Freepik)
A
A
A

Visa yang dikeluarkan semakin sedikit

Flores menghabiskan seluruh hari liburnya bekerja di Lima, Peru, sambil menabung agar ia dapat kembali ke London. Sementara teman sekelasnya di prodi jurnalisme, Sara Valle dari Spanyol, bekerja sambil mengikuti kelas.

“Pada tahun pertama, saya masih bisa bekerja karena beban tugas kuliah belum terlalu berat.

“Pada tahun kedua, saya harus mulai menyeimbangkan semua itu. Tetapi pada tahun ketiga, yakni tahun terakhir, ada saat ketika saya harus mengurangi jam kerja saya dan mengandalkan tabungan,” kata Valle.

Semua faktor-faktor itu berpengaruh. Buktinya, angka visa pelajar yang diberikan kepada mahasiswa asing hingga akhir Maret 2024 turun 6% dan untuk mahasiswa pascasarjana jatuh hingga sepertiga.

Data dari platform Enroly, yang digunakan oleh satu dari tiga mahasiswa internasional untuk mendaftar ke program studi di kampus Inggris, menunjukkan bahwa paling tidak 24 universitas Inggris mengalami pendapatan deposit mereka turun sampai 57% hingga Mei tahun ini, menurut laporan Financial Times.

Simon Jones, seorang akademisi yang sudah 30 tahun bekerja di Inggris dan pasar universitas internasional, meyakini bahwa langkah pemerintah yang dikuasai Partai Konservatif membuat kondisi semakin sulit bagi pihak universitas dan mahasiswa.

“Ketika Anda, sebagai mahasiswa, mempertimbangkan (syarat) bahasa, pengeluaran, biaya hidup, dan larangan bekerja dan mendapatkan pemasukan selama tinggal di Inggris tentu lumrah jika kami melihat jumlah pendaftar berkurang.

“Sama halnya seorang mahasiswa pascasarjana tidak bisa membawa anggota keluarga untuk tinggal bersama mereka,” kata Jones.

“Reputasi perguruan tinggi di Inggris tetap kuat. Namun, kerelaan mahasiswa menghadapi lingkungan politik yang mempersulit mereka justru merusak semua harapan (kuliah di Inggris),” tambah dia.

“Siapa yang mampu tinggal sebagai mahasiswa di London, khususnya jika kemampuan untuk bekerja dibatasi? Dengan dana yang sama, seorang pelajar bisa mendapatkan pengalaman edukasi serupa di Australia dan tinggal di negara yang bisa memberikan pekerjaan terampil dengan gaji mumpuni.”

Bagi Jones, masalah utama sekarang adalah pemerintah memandang mahasiswa internasional sebagai pekerja migran.

Ketika pemilihan umum semakin dekat, yakni pada 4 Juli, pemerintah yang dikuasai Partai Konservatif berusaha mengembangkan agenda mereka sejauh mungkin, khususnya dalam hal imigrasi.

Upaya pemerintah Inggris untuk melawan imigrasi ilegal merupakan salah satu program andalan Partai Konservatif. Sejak ia mulai menjabat pada Oktober 2022, Rishi Sunak berjanji untuk mengurangi angka imigrasi secara drastis.

“Jauh lebih mudah mengukur jumlah pelajar yang datang melalui bandara dengan pesawat daripada jumlah orang yang datang ke Inggris menggunakan kapal karet dari Prancis. Tapi semua ujungnya sama,” kata Jones.

Ia percaya bahwa diskursus politik terkait “siapa yang tergolong mahasiswa, mahasiswa internasiona, dan imigran sangat tidak tepat dalam wacana politik negara ini sekarang.”

Apa yang akan terjadi selanjutnya?

Flores telah menyelesaikan studinya pada Juni lalu dan sekarang ia menghadapi dunia kerja.

Sebagai warga Peru yang memegang visa pelajar, dia bisa tinggal di Inggris selama dua tahun lagi jika dia mengirim lamaran untuk visa pascasarjana, yang membutuhkan biaya USD1.100 (Rp17,97 juta) ditambah asuransi kesehatan.

Tak hanya itu, dia juga harus mendapatkan pekerjaan yang bisa membayarnya minimal USD49.000 (Rp800 juta) per tahun - gaji yang sulit didapat oleh pekerja yang baru lulus kuliah.

Syarat minimal gaji itu termasuk dalam regulasi ketat pemerintah saat ini, yang sebelumnya mematok syarat gaji minimal sebesar USD33.000 (Rp540 juta).

“Saya merasa sedih karena banyak teman saya yang juga mahasiswa internasional akhirnya terpaksa kembali ke negara asal mereka, karena (biaya hidup di Inggris) terlalu mahal, terlalu sulit. Mungkin Anda masih mampu membayar visa, tapi siapa yang akan memberikanmu pekerjaan dengan gaji USD49.000?” tanya Flores.

“Saya sudah melamar ke lebih dari 100 perusahaan dan hanya lima yang merespon secara total. Saya merasakan ketidakpastian yang sangat besar,” katanya.

Pasar kerja Inggris untuk orang yang usianya di bawah 25 tahun juga sedang berada dalam momen bergejolak.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement