JAKARTA - Benarkah sekolah kedinasan dididik dengan keras? Ini faktanya. Muncul pertanyaan mengenai sistem pendidikan di sekolah kedinasan usai terulangnya kasus penganiayaan oleh senior terhadap juniornya hingga berujung meninggal dunia.
Kasus ini terjadi di sekolah kedinasan Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta yang berada di bawah naungan Kementerian Perhubungan.
Taruna STIP bernama Putu Satria Ananta Rustika (19) tewas dianiaya oleh seniornya, TRS (21). Polres Metro Jakarta Utara (Jakut) pun menetapkan TRS sebagai tersangka dalam kasus tewasnya Taruna STIP bernama Putu Satria Ananta Rustika.
Kematian Putu menambah deretan kasus kekerasan terhadap peserta didik di institusi pendidikan.
Ini bukanlah satu-satunya kejadian di mana seorang taruna STIP Jakarta Utara meninggal akibat dianiaya senior.
Pada 2017, taruna STIP bernama Amirulloh Adityas Putra meninggal akibat kekerasan yang dilakukan empat seniornya.
Tiga tahun kemudian, yakni pada 2021, seorang mahasiswa Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang tewas akibat dipukul seniornya, dengan dalih 'pembinaan'.
Kasus serupa juga terjadi pada 2019 di Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar, ketika orang taruna bernama Aldama meninggal karena kekerasan fisik oleh seorang taruna senior. Tiga sekolah kedinasan tersebut berada di bawah kewenangan Kementerian Perhubungan.
Tidak hanya itu, kasus kekerasan dan penganiayaan juga terjadi di sekolah kedinasan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengklaim budaya kekerasan di IPDN sudah berkurang. Dia mengucapkan terima kasih atas hal itu. Tito menyampaikan itu di acara Dies Natalies ke-66 IPDN yang dihadiri seluruh sivitas akademika IPDN secara virtual.
"Saya lihat ada beberapa perubahan cukup baik di IPDN. Mulai dari tradisi kurang bagus, seperti pemukulan, kekerasan, saat beberapa kali saya ke IPDN, saya tekankan hilangkan tradisi yang buruk itu," kata Tito pada Maret 2022 silam.
Lalu benarkah sekolah kedinasan dididik dengan keras? Berikut ini faktanya.