Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Mahasiswa RI di Maroko Cerita Keunikan Tradisi Ramadhan Kota Tetouan

Saskia Adelina Ananda , Jurnalis-Jum'at, 29 Maret 2024 |10:43 WIB
Mahasiswa RI di Maroko Cerita Keunikan Tradisi Ramadhan Kota Tetouan
Cerita Mahasiswa RI di Maroko.(Foto: Okezone.com/PPI Maroko)
A
A
A

JAKARTA – Pelajar Indonesia menempuh pendidikan di Maroko menceritakan tradisi Ramadhan di Kota Tetouan, Maroko. Suasana Ramadhan di negeri seribu benteng sangat terasa karena berbagai tradisi khas Negeri Maghrib yang kaya akan nilai budaya dan religius.

Penabuh gendang atau yang biasa disebut thabel adalah salah satu tradisi Maroko yang sudah menjadi ciri khas ketika memasuki Ramadhan. Thabel merupakan orang yang bertugas membangunkan sahur dengan menabuh gendang yang digantungkan di badannya sambil di pukul menggunakan dua tongkat.

Seorang thabel biasanya terlihat berkeliling di sekitar kompleks pemukiman hingga menyusuri setiap inci gang yang ada. Tradisi ini seringnya dilakukan oleh remaja laki-laki atau laki-laki dewasa yang belum menikah. Thabel itu sendiri memulai aksinya ketika jam menunjukkan pukul 02.30 waktu setempat.

“Adanya thabel sangat membantu saya untuk bangun sahur. pukulan mereka juga tidak seberisik di Indonesia haha,” ungkap Mahasiswa S1 Universitas Abdelmalek Essaadi Tetouan Azzam Abdurrahman, Jumat (29/3/2024).

Keberadaan thabel selalu dinantikan orang Maroko, bahkan ada yang sampai menunggu di depan rumah untuk sekedar memberikan uang tip.

Tradisi unik selanjutnya yaitu penembakan meriam seperti yang ditemukan di negara islam lainnya. Setelah terbangun oleh suara thabel, selanjutnya akan terdengar suara tembakan meriam.

Tradisi ini biasanya dilakukan setiap hari sepanjang ramadhan oleh tentara maghribi di sebuah gereja setiap menjelang waktu sahur dan buka puasa untuk mengingatkan orang-orang agar segera berbuka dan sahur. Ketika malam hari, para tentara rela begadang sampai waktu sahur untuk menembakkan meriam. Di kota Tetouan yang penulis tinggali, tradisi ini dilakukan di gereja di dekat Jabal Darsa. Masyarakat setempat sangat antusias adanya tradisi ini. Terkadang ada yang sengaja ke gereja untuk sekedar menontonnya.

Ada juga tradisi Ramadhan lokal Maroko yang lain untuk membangunkan sahur yaitu nefar. Nefar mirip dengan thabel yang bertujuan membangunkan sahur tetapi dengan cara meniup terompet. Akan tetapi, tradisi ini sudah mulai ditinggalkan di kota penulis tinggal.

Kebiasaan berburu takjil juga ada di negeri seribu wali ini. Ada banyak sekali menu takjil yang bisa didapatkan. Ada chebakia yang merupakan potongan adonan tepung yang dibentuk menyerupai mawar lalu di goreng dan disiram dengan sirup madu. Rasanya sangat manis dan sedikit renyah. Ada juga briwat, yaitu kue kering berbentuk segitiga.

Kue ini memiliki banyak sekali jenis isiannya tergantung resepnya. Briwat isi daging dan ayam yang menurut saya paling enak karena cocok dengan lidah Indonesia. Akan tetapi, kebanyakan orang Maroko suka mempersiapkan buka sendiri bersama keluarganya dengan menu sederhana yaitu kurma, jus, susu, dan kadang dilengkapi dengan makanan manis. Tak ketinggalan juga sup harira yang merupakan menu wajib saat bulan puasa. Sup harira mempunyai tekstur seperti bubur dan dilengkapi dengan irisan tomat. Sup ini sangat cocok disajikan ketika masih hangat.

Masih banyak lagi tradisi-tradisi Ramadhan unik yang kaya akan nilai budaya dan religi di Negeri Maghrib ini. Tradisi- tradisi tersebut telah melewati beberapa generasi dan telah menjadi identitas budaya. Semangat mereka dalam melestarikan budaya sangat mengingatkan penulis akan suasana Ramadhan di negeri sendiri. Dimanapun kita berada, semoga puasa dan segala amal ibadah kita diterima di sisi-Nya.

Penulis Mahasiswa S1 Universitas Abdelmalek Essaadi, Tetouan, Fakultas Ushuluddin, Abdullah Rosikh Fil Ilmi

(Feby Novalius)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement