Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kisah Maria Jochu Dapat Beasiswa LPDP ke AS, Kembali ke Papua Jadi Lurah

Timothy Gishelardo , Jurnalis-Selasa, 30 Januari 2024 |12:53 WIB
Kisah Maria Jochu Dapat Beasiswa LPDP ke AS, Kembali ke Papua Jadi Lurah
Kisah Maria Jochu, Dapat Beasiswa LPDP ke AS Kini Kembali ke Papua Jadi Lurah (Foto: Dokumen Pribadi/Media Keuangan Kemenkeu)
A
A
A

JAKARTA - Mendapatkan beasiswa LPDP berkuliah di luar negeri dan kembali berbakti ke pangkuan Ibu Pertiwi menjadi kisah inspiratif Maria Aprilia Jochu.

Kisah Maria Jochu mendapatkan beasiswa LPDP dan berkuliah di luar negeri tidaklah mudah. Namun, ketika berhasil, dirinya tidak lupa dengan Indonesia dan kini berbakti untuk bangsa Indonesia menjadi Lurah Gurabesi, Jayapura, Papua.

Maria Jochu, putri Papua lahir menjadi permata yang muncul dengan gelar masternya. Bukan sekadar gelar, dia berhasil mendapatkannya dari Marshall University di Amerika melalui beasiswa LPDP.

Prestasi ini sekaligus membuktikan bahwa putra putri Papua juga bisa mendapat pendidikan dan berkontribusi bagi negeri.

Mencari Jalan Menempuh Pendidikan

 

Kota Jayapura merupakan ibukota provinsi Papua yang terletak di ujung timur Indonesia dan berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Jika dilihat lebih dekat lagi, ada salah satu kelurahan bernama Gurabesi.

Sepintas tidak ada yang spesial dibandingkan dengan desa-desa lainnya. Namun di balik 20 ribuan warga di sana, ada nama Maria Aprilia Jochu. Lahir dari keluarga sederhana membuat Maria dididik untuk menjadi sederhana, pun dengan pendidikannya.

“Bapak saya kan cuma pegawai negeri, mama ibu rumah tangga, secara ekonomi tidak bisa membiayai saya,” jelas anak bungsu dari 8 bersaudara ini dilansir laman Media Keuangan Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (30/1/2024).

Walaupun keadaan menghalangi, Maria tetap mencari cara bagaimana untuk tetap mendapat pendidikan yang layak namun juga tidak memberatkan ekonomi orangtuanya.

IPDN (Institut Pendidikan Dalam Negeri), sekolah para pamong praja, seperti jawaban yang dicari Maria.

“Kalau IPDN kan gratis, dibiayai negara, jadi mereka nggak pusing (biaya),” kata Maria. Setelah lulus dan bekerja di pemerintahan, Maria malah semakin penasaran. Ketika pengabdiannya baru seumur jagung, Maria malah nekat mengambil kredit pegawai untuk bisa berkuliah lagi untuk gelar master.

“Jadi, baru jadi pegawai sudah nakal (ambil) kredit pegawai untuk lanjut S2. Terus keluarga ‘kan bilang, kenapa kamu mau S2? Kita aja keluarga tidak mampu, jangan gaya-gaya deh,” terang Maria menirukan logat orang tuanya.

Maria mengakui bahwa keluarganya memiliki pemikiran yang medioker dan terkesan tidak ingin maju. Bahkan baginya terlalu sederhana dalam menjalani kehidupan, apalagi untuk pendidikannya.

Terbukti dari kakak-kakak Maria yang bersekolah di dekat rumah saja, kerja pun apa adanya saja. Bagi keluarganya dengan sekolah, bisa bekerja, dapat gaji, dan hidup itu sudah cukup. Namun bukan Maria jika tidak nekat.

“Kan teman-teman di lingkungan (di IPDN) mau sekolah, saya sendiri kok tidak? Apakah saya harus tinggal di hutan? Kan di kota, jadi nekat pergi ambil kredit pegawai terus kuliah,” tambahnya.

Namun setelah satu semester berjalan, Maria merasa kurang cocok. Pada akhirnya Maria memutuskan keluar.

“Saya mau tuh sekolah tuh yang kayak di IPDN, sekolah yang betul-betul profesor, yang siap grak. Tiba-tiba ke sini kok santai-santai, kayak duduk, ada tugas, (bisa) tidak buat. ‘Kan kita bisa bekerja sama dengan si dosen, dengan staf administrasi di kampus. ‘Nggak kuliah juga kayaknya bisa dapat ijazah, jadi tidak nyambung,” keluh Maria.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement