Ibu Seorang Penjahit dan Ayah Tukang Pijat
Rasa syukur Mitha karena bisa kuliah itu beralasan. Ibunya hanya penjahit kecil-kecilan di rumahnya dan ayahnya hanya tukang pijit keliling dengan penghasilan yang tidak menentu.
Rumah orang tuanya Mitha sangat sederhana, menyatu dengan rumah neneknya dan bibinya. Sebuah ruangan berukuran kira-kira 2 x4 meter dan berdinding bata merah yang sudah kusam di pojok rumahnya dimanfaatkan ibunya untuk usaha menjahit.
Bantuan KIP Kuliah yang diterimanya digunakan betul oleh Mitha untuk membantu perkuliahan, termasuk membeli laptop. Beruntung, sejak di sekolah di SMAN 1 Malang, Mitha tinggal di rumah Pakliknya, di Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, yang tak begitu jauh dari kampus UM sehingga tidak perlu nge-kost.
"Hanya saya yang bisa kuliah,kedua orang kakak saya hanya tamat SMA," ujar Mitha.
Semangat untuk kuliah juga ditunjukkan dengan nilai IPKnya pada semester 2 mencapai 3,5. Menurut Mitha, bantuan KIP Kuliah yang diterimanya dituntut untuk berprestasi atau setidaknya memiliki nilai-nilai yang baik.
“KIP Kuliah kan menuntut penerimanya untuk memiliki nilai diatas standar minimal, karena itu, agar tetap dapat KIP Kuliah, saya bertekad nilai akhir setiap mata kuliah setidaknya B, jangan sampai C, “ungkapnya.
Mitha juga tertarik ikut program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), salah satunya program pertukaran mahasiswa. Mitha merencanakan untuk mengajukan permohonan agar bisa menjadi peserta program pertukaran mahasiswa. “Saya ingin mencoba kampus di Universitas Sumatera Utara (USU) karena ada teman dekat saya yang kuliah di sana, “ujarnya.
Ingin kuliah sejak SMA
Ibunya Mitha, Siti Arofah merasa bersyukur dan berbahagia sekali ada anaknya yang bisa sampai ke perguruan tinggi. Diantara saudara-saudaranya dan keluarga besarnya, hanya Mitha yang sempat menikmati bangku perguruan tinggi.
“Mitha memang yang paling ingin sekali kuliah sejak dulu, saya juga mendukungnya walaupun agak ragu dan pesimis karena kondisi ekonomi yang tidak mendukung, saya pernah bertanya pada Mitha 'apa nanti enggak minder punya teman yang mampu’ tapi Mitha memang punya semangat yang tinggi dan selalu berpikir positif," jelas Arofah.
Namun, Arofah beruntung, keluarganya yang ikut Program Keluarga Harapan (PKH) membuat Mitha bisa mendapatkan bantuan PIP sejak di SD dan selanjutnya memperoleh KIP Kuliah.
Menurutnya, pada beberapa pertemuan di balai desa, kerap disosialisasikan tentang KIP Kuliah bagi peserta PKH, namun, menurutnya, pihak desa tidak terlalu serius melakukan sosialisasi sehingga tidak banyak penduduk yang berminat.
“Anak saya ikut seleksi KIP kuliah juga bukan karena dorongan saya, Mitha diam-diam ikut seleksi KIP Kuliah, “katanya.