Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ruh Saintis Jadi Bagian dari Gerakan Kebudayaan di Makara Art Center UI

Atik Untari , Jurnalis-Sabtu, 28 Oktober 2023 |08:31 WIB
Ruh Saintis Jadi Bagian dari Gerakan Kebudayaan di Makara Art Center UI
Kepala Makara Art Center UI Dr. Ngatawi Al Zastrouw saat berbincang dengan Tim iNews Media Group. (Foto: Ratman Suratman)
A
A
A

DEPOK- Ketika berbincang mengenai pelestarian kebudayaan Indonesia, generasi post Gen Z boleh jadi merasa gundah. Pertanyaan yang biasanya muncul adalah bagaimana dan siapa yang bakal mengambil peran melestarikan khasanah budaya kita di tengah gempuran budaya dari luar. Pertanyaan ini tak jarang muncul saat momen Peringatan Sumpah Pemuda.

Kebudayaan memang memiliki makna yang penting dalam berbangsa dan bernegara. Budayawan Dr. Ngatawi Al Zastrouw yang kini mengemban amanah sebagai Kepala Makara Art Center (MAC) Universitas Indonesia menyatakan, yang merajut dan menumbuhkan semangat Sumpah Pemuda adalah kebudayaan dan seni. Bahkan, menurutnya, kebudayaan ini seperti oase yang mempertemukan sumber-sumber mata air jernih yang berasal dari agama, hadits, dan nilai.

Jika kebudayaan tidak dilestarikan, maka dikhawatirkan bakal melunturkan jati diri anak bangsa. Namun, kegundahan mendadak sirna usai berbincang dengan salah seorang punggawa penjaga budaya Indonesia Al Zastrouw. Menurutnya, kita tidak perlu khawatir, karena genetika anak kita adalah genetika nusantara.

“Memang orang tua sering khawatir, takut. Padahal anak-anak muda sekarang itu taste of tradition-nya tinggi lho. Nah tugas kita tinggal membuka genetika budaya ini, dengan cara pola dan bahasa yang tepat, kalau itu ketemu, dia udah jalan sendiri,” tuturnya.

Ia mencontohkan kemunculan fenomena Sahabat Ambyar. Disusul munculnya konten anak-anak muda di sejumlah media sosial yang menggali, meng-create tradisi-tradisi, dan nilai-nilai lokalitas. “Itu luar biasa.Tugas kita bukan mengarahkan ya, tapi membuka. Membuka gen kultural ini secara tepat,” ucapnya.

Meski “tinggal membuka”, tugas ini tidak mudah menurutnya. Perlu strategi yang efektif dan akurat. Lebih lanjut ia menyatakan, ada tiga strategi untuk membuka genetika budaya pada generasi muda. Pertama adalah, anak-anak harus mengerti tradisi terlebih dahulu atau sebagai source of art. Kedua mereka diajak mengasah skill-nya untuk meng-create melakukan kreatifitas. 

Sebagai contoh, anak-anak sanggar di Bali, melakukan transformasi wayang, menjadi wayang elektrik, wayang mika. Jadi, wayang itu dikreatifitaskan dengan memanfaatkan unsur-unsur IT dan teknologi yang modern.

“Mereka bisa melakukan itu karena ada passion. Passion mereka tumbuh karena mereka paham sehingga mereka bisa meng-create itu. Di Jogja hal yang sama juga terjadi,” ujarnya.

Selanjutnya, ketiga adalah dengan advokasi. Untuk advokasi ia membagi menjadi dua, pertama advokasi positif (aktif). Advokasi ini dengan melakukan streaming terhadap karya-karya mereka yang sudah mengkonstruksi, mengaktualisasi. “Kita kasih waktu pentas, kita kasih untuk tempat berekspresi dan ruang eksistensi.” 

Selanjutnya advokasi negatif (pasif). Advokasi ini mendorong dan memfasilitasi mereka agar bisa mengembangkan kreativitasnya.

Strategi untuk gerakan kebudayaan

Sebagai seseorang yang diberi kepercayaan mengepalai Makara Art Center UI, Al-Zastrouw memiliki ruang yang luas untuk menetapkan strategi yang persisten serta menjadikan Makara Art Centre sebagai jembatan (bridging) tradition culture to young generation.

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement