Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ruh Saintis Jadi Bagian dari Gerakan Kebudayaan di Makara Art Center UI

Atik Untari , Jurnalis-Sabtu, 28 Oktober 2023 |08:31 WIB
Ruh Saintis Jadi Bagian dari Gerakan Kebudayaan di Makara Art Center UI
Kepala Makara Art Center UI Dr. Ngatawi Al Zastrouw saat berbincang dengan Tim iNews Media Group. (Foto: Ratman Suratman)
A
A
A

Saat bertemu dengan Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan UI, Prof. Dr. rer nat. Abdul Haris, ia menyampaikan ada empat pilar menjadikan kampus sebagai part excellence di gerakan akademi yang berkebudayaan. Pertama adalah masjid, dua asrama, tiga Makara, dan keempat adalah materi pendidikan agama khususnya Agama Islam. “Ini baru gerakan kebudayaan bisa oke, karena yang melawan dan anti-anti kebudayaan itu bisanya kaum formalis dan puritan,” ucapnya.

Cita-cita besar tersebut, ungkapnya akan terwujud, jika empat pilar untuk menjadi acuan bisa dirajut, serta bukan hanya membuat program, atau kegiatan, tetapi juga gerakan.

Sehingga tak heran saat mandat di tangannya, dengan cekatan ia menyusun berbagai program, kegiatan, serta gerakan untuk menghidupkan Makara Art Center UI.

Kegiatan Sedekah Hutan UI 2023 dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia oleh Makara Art Center (MAC) UI. Foto Dok. Makara Art Center UI.

Ia mengenang, saat masuk menjadi pimpinan Makara Art Center UI bertepatan dengan Covid-19 melanda. ”Saya masuk Februari, Maretnya kan pandemi Covid-19. Padahal kita kerja di kebudayaan, di kesenian kan kerjanya kumpulin orang. Maret pandemi, April sudah puasa padahal saya sudah merancang mau bikin event,” tuturnya mengenang awal bertugas menjadi Kepala Makara Art Center UI.

Masa sulit tersebut akhirnya disiasati dengan adanya media zoom. ”Kita per-zoom saja. Jadi kita buat event Tadarus Budaya Ramadhan waktu itu, lewat online. Jadi dua tahun kita online dan 2021 kita sudah mulai buka.” 

Meski ruang gerak masih terbatas, saat itu Makara juga merintis komunitas dan Desa Binaan di Garut, bahkan hingga 12 komunitas adat. Terhadap desa binaan tersebut, di bawah pimpinannya, Makara Art Center UI melakukan sejumlah hal. Di antaranya mengeksplorasi tradisi mereka menjadi suatu yang bermakna, hingga meng-create ritual mereka menjadi kesenian yang memiliki kontekstualisasi relevansi dengan kekinian tanpa merusak tradisinya.

“Karena kaum tradisi kan biasanya mekanik. Hanya menjalankan tradisi, hanya baik secara ritual maupun secara verbal. Nah itu kita bina,”.

Makara Art Center juga menggelar sejumlah workshop yang disebutnya workshop event kreatif. Dalam workshop ini dipelajari bagaimana men-develop satu tradisi yang sakral menjadi kesenian yang kontekstual. “Sisi mana yang bisa kita rekonstruksi, dan sisi mana harus kita jaga otentisitasnya," ujarnya.

Pasalnya, men-develop tradisi sakral menjadi suguhan memang bukan hal yang mudah. "Aku pengalaman dengan Wishnutama. Beliau pernah didemo gara-gara membawa Sisingaan. Dan itu dianggap merusak tradisi. Akhirnya ketemu saya, dan saya bilang Sisingaan sebagai ritual putusan tradisi it's ok, tidak bisa diubah karena itu ada hitungannya. Tapi Sisingaan sebagai hiburan, nah ini yang bisa di-create menjadi sebuah entertain. Jadi, yang kita bawa ke Sea Games, Sisingaan bukan sebagai ritual tapi as an entertain yang kita develope dari ritualitas ini,” katanya.

Selain workshop event kreatif, ia juga menyelenggarakan workshop event management. Dalam workshop dipelajari bagaimana me-manage event, kuota-kuota yang bisa dijual, mulai dari marketing strategi, sosialisasi, promo, dan lain sebagainya. “Itu kita ajak mereka. Ada di Magelang, Borobudur”.

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement