Ide tersebut berlanjut dengan mendatangkan ustaz yang juga seorang hafidz dari Al Hikam, Depok, Jawa Barat, untuk membantu menyusun kurikulum.
“Kami coba untuk mengambil kurikulum Madrasah Diniyah yang ada di sana, kemudian diadaptasi dengan keterbatasan waktu dan sumber daya yang ada di sini. Kami juga dibantu oleh guru-guru dari SRIT, terutama guru agama. Kami berharap akan lebih baik lagi, sedikit demi sedikit dan mudah-mudahan menjadi Madrasah Diniyah yang sesuai kurikulum yang ada di Indonesia,” katanya.
Sebab masih terbatas, Madin at SRIT saat ini baru menerima siswa-siswi dari SRIT dan jam pelajarannya disesuaikan dengan jadwal di sekolah tersebut, yakni sepulang sekolah dengan durasi belajar satu hingga 1,5 jam.
“Meskipun juga ada beberapa permintaan dari luar, anak WNI kita di luar SRIT dan di sekolah-sekolah Jepang juga, untuk bisa mendapatkan pelajaran yang sama. Untuk saat ini kami belum bisa memenuhi itu, ke depan kami sambil berjalan. Kami coba untuk mengakomodasikan kebutuhan dari luar SRIT tersebut,” katanya.