SUKABUMI - Puluhan siswa SDN Suradita, Desa Ciengang, Kecamatan Gegerbitung, Kabupaten Sukabumi melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah darurat yang dibangun secara gotong royong oleh warga dan pihak sekolah.
Para murid yang baru saja selesai liburan sekolah setelah dibagikan rapor, tidak bisa melaksanakan KBM di gedung sekolah seperti biasanya karena bangunannya rusak berat terkena bencana pergerakan tanah yang melanda kawasan Kampung Suradita sejak akhir tahun 2020 hingga sekarang.
Kepala SDN Suradita, Edi Junaedi mengatakan sejumlah 49 orang anak didiknya terpaksa belajar di bangunan sekolah darurat yang terbuat dari bilik anyaman bambu dengan atap terpal plastik untuk melindungi dari terik matahari dan air hujan yang turun.
"Baru mulai hari ini 49 siswa SDN Suradita belajar di bangunan sekolah darurat. Alhamdulillah, sudah dibuat dari bahan bambu bitung dan berdindingkan bilik atau anyaman bambu serta beratapkan dari bahan terpal," ujar Edi kepada MNC Portal Indonesia, Senin (09/1/2023).
Bangunan sekolah darurat yang memiliki ukuran 8x12 meter tersebut, lanjut Edi, telah dibangun oleh warga bekerjasama dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kecamatan Gegerbitung di lahan milik perkebunan dengan jarak sekitar 500 meter dari lokasi bangunan sekolah yang rusak.
"Kalau semisal para siswa masih belajar di bangunan sekolah itu, kami dan orangtua siswa cemas bangunannya ambruk dan menimpa siswa. Makanya, kami bersama warga berinisiatif membangun sekolah darurat dengan swadaya, sambil menunggu bantuan dari pemerintah," ujar Edi menerangkan.
Lebih lanjut Edi mengatakan, bangunan sekolah di SDN Suradita yang rusak terjadi pada ruang kantor terdapat pergeseran tanah, dan untuk bangunan yang mengalami keretakan berada di teras dan halaman sekolah yang kondisi tanahnya sudah anjlok dan berlobang. Untuk bangunan toilet dan mushola, kondisi tanahnya anjlok, sehingga bangunannya miring.
"Retakan tanah di bangunan SDN Suradita itu, bervariasi mulai dari lebar 10 centimeter hingga 20 centimeter. Meskipun retakan tanah sudah di timbun pakai tanah atau kerikil bebatuan, tetapi sekarang kondisi retakannya semakin meluas. Bahkan, ubin pada bangunan sekolah SD itu, banyak yang terkelupas," ujar Edi.
Pihak sekolah, lanjut Edi, berencana akan melakukan pertemuan dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi untuk menindaklanjuti penanggulangan masalahan ini, seperti masalah tanah mandiri untuk bangunan sekolah baru.
"Karena, jika dipaksakan siswa belajar di sekolah itu, dikhawatirkan ambruk bangunannya. Terlebih lagi, cuaca ekstrim saat ini potensi retakan tanahnya semakin meluas," ujar Edi.
(Natalia Bulan)