Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Memahami Emosi dan Social Identity Melalui Tragedi Kanjuruhan Menurut Dosen Psikolog Unair

Aan haryono , Jurnalis-Selasa, 11 Oktober 2022 |11:28 WIB
Memahami Emosi dan Social Identity Melalui Tragedi Kanjuruhan Menurut Dosen Psikolog Unair
Ilustrasi/Unsplash
A
A
A

SURABAYA - Tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang pada Sabtu (1/10/2022) yang lalu menjadi catatan kelam bagi sepak bola Indonesia.

Kericuhan tersebut terjadi setelah laga Arema FC melawan Persebaya dan berakhir sampai memakan korban jiwa.

Psikolog yang juga merupakan dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Afif Kurniawan M.PSi menjelaskan bahwa perhelatan olahraga tidak hanya sebagai ajang untuk memotivasi para atlet, namun juga sebagai ajang untuk menggambarkan keragaman sebuah daerah.

“Olahraga merupakan aktivitas yang iklimnya dilakukan dengan ajang kompetisi. Ada dua tim yang menampilkan permainan terbaiknya dan salah satunya akan keluar menjadi pemenang. Bagi mereka (supporter, Red) mendukung tim kebanggaan sama dengan menggambarkan nilai kedaerahan mereka dengan segala keunggulannya,” katanya, Selasa (11/10/2022).

Ia melanjutkan, dalam suatu pertandingan sepak bola ada tiga hasil pertandingan yang bisa didapatkan yaitu menang, seri, atau kalah.

Hasil pertandingan inilah yang ternyata dapat memicu emosi timbul baik dari pemain atau suporter.

“Kemenangan atau kekalahan keduanya akan menimbulkan dampak emosi,” kata staf pelatih bidang pengembangan psikologi atlet Persebaya pada 2017 hingga 2020 tersebut.

Emosi yang muncul itu merupakan hal yang wajar terjadi. Sebab, mereka terlibat langsung dalam drama di lapangan, terlibat langsung dalam nilai yang ada dalam kelompok mereka.

Emosi yang muncul dapat berupa perasaan sedih, senang, bahagia, gelisah, takut, cemas, khawatir, dan berbagai sisi lainnya.

“Yang menjadi persoalan adalah bagaimana masyarakat memiliki edukasi yang tepat terkait dengan pengelolaan emosi. Menang atau kalah itu ada emosinya yang menjadi penentu adalah bagaimana cara meluapkan emosi. Jika berlebihan bisa memunculkan bahaya,” kata Afif.

Pasca tragedi di Kanjuruhan, banyak petisi bahkan tulisan untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

Bahkan seperti gambaran tempat kejadian perkara yang beredar luas di media, banyak didapatkan tanda-tanda kesedihan, kemarahan, hingga kekecewaan yang disalurkan melalui tulisan oleh para suporter.

Meninjau hal tersebut ternyata terdapat teori personal identity dan social identity yang melekat pada diri suporter.

“Dalam konteks suporter ini akan dimaknai sebagai sebuah kebanggaan pribadi akan tim yang didukung. Tapi jika banyak orang punya personal identity yang sama maka akan menjadi social identity,” jelasnya.

Rasa kebanggan yang sama itulah, menurut Afif, yang akan memercikkan kesamaan rasa antar tiap individu dalam kelompok suporter.

“Jadi mereka punya suatu rasa yang sama, memiliki pikir yang sama, dan pada saat itu terjadi akan muncul dukungan yang sangat besar,” ucapnya.

(Natalia Bulan)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement