SURABAYA - Fenomena quiet quitting baru-baru ini menjadi sebuah topik yang hagngat dibicarakan.
Quiet quitting adalah perilaku membatasi diri untuk tidak melakukan hal-hal yang lebih di tempat kerja. Fenomena ini pun digadang-gadang menjadi tren baru yang diminati oleh Gen Z dan Millenial.
Dosen Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Airlangga (Unair), Reza Lidia Sari S.Psi, M.Si menjelaskan bahwa quiet quitting merupakan respons perlawanan dari hustle culture yang menganggap pentingnya dedikasi yang amat tinggi pada pekerjaan.
“Perilaku ini berkebalikan dengan extra-role behavior di mana seseorang berkenan mengerjakan pekerjaan di luar job desc-nya demi kelancaran sistem organisasi,” jelasnya dikutip dari laman resmi Unair, Senin (19/9/2022).
Dosen mata kuliah Psikologi Organisasi dan Industri itu menyebutkan bahwa sejatinya quiet quitting bukan perilaku yang sepenuhnya baik atau sepenuhnya buruk.
“Masing-masing perilaku memiliki kelebihan dan kekurangannya,” sebutnya.
Work Life Balance dan Mengatasi Burn Out
Saat membatasi pekerjaan sesuai dengan porsinya, seseorang dianggap dapat menciptakan kondisi work-life balance.
Kondisi ini membatasi antara dunia kerja dan dunia non kerja yang menjadi situasi idaman bagi kebanyakan Gen Z dan Milenial.