Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Psikolog UI Bagikan Cara Menanggulangi Trauma Anak yang Diakibatkan karena KDRT

Natalia Bulan , Jurnalis-Selasa, 11 Oktober 2022 |10:58 WIB
Psikolog UI Bagikan Cara Menanggulangi Trauma Anak yang Diakibatkan karena KDRT
Ilustrasi/Antara
A
A
A

JAKARTA - Ketika anak mengalami trauma karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), psikologi dari Universitas Indonesia (UI) Rosdiana Setyaningrum, M.Psi, MHPED menjelaskan bahwa tak hanya anak yang harus melakukan terapi, melainkan orangtuanya juga perlu.

"Anak itu sebetulnya kalau dia melihat saja dia bisa trauma. Jadi sebenarnya yang harus di-handle itu adalah abuser-nya. Karena kalau anaknya trauma kan harus ada penanganan tuh. Karena kalau kekerasan itu traumanya dalam dan harus ditangani sama profesional," kata Rosidana dikutip dari Antara, Selasa (11/10/2022).

"Tapi percuma kalau sudah ditangani anaknya trauma tapi di rumah terjadi lagi. Yang ada itu bisa jadi tambah parah karena dia merasa itu cycle yang dia nggak bisa stop. Dan kalau yang diterapi cuma anaknya, nanti dia akan merasa bahwa dia adalah penyebab," sambungnya.

Jika anak tidak melakukan terapi ketika mengalami trauma karena KDRT, hal ini bisa saja berdampak pada kehidupannya di masa dewasa.

Seperti nantinya bisa memengaruhi hubungan asmara anak di masa depan.

Meski begitu, Rosdiana menjelaskan bahwa hal ini tidak selalu terjadi. Karena setiap orang akan memiliki dampak yang berbeda-beda saat mengalami trauma tersebut.

"Bisa berpengaruh juga ke hubungan asmara dia ketika dewasa. Tapi ini tergantung ya. Anak ini korban, atau dia hanya melihat. Tiap orang itu kan beda, jadi dampaknya juga akan berbeda pada setiap orang. Bisa jadi kakak adik mengalami hal yang sama tapi dampaknya berbeda itu bisa," jelasnya.

Di sisi lain, psikolog dari Universitas Indonesia Kasandra Putranto memaparkan bahwa anak yang melihat perilaku kekerasan setiap hari dalam rumah dapat mengalami gangguan fisik, mental, dan emosional.

"Gangguan emosional dapat dimanifestasikan dalam bentuk peningkatan perilaku agresif, kemarahan, kekerasan, perilaku menentang dan ketidakpatuhan serta timbul gangguan emosional dalam diri anak," ungkap Kasandra.

"Misalnya seperti rasa takut yang berlebihan, kecemasan, relasi buruk dengan saudara kandung atau teman, bahkan hubungan dengan orang tua serta mengakibatkan penurunan self esteem pada anak," pungkasnya.

Kasandra menjelaskan, hal ini dapat terlihat dari menurunnya prestasi anak di sekolah, terbatasnya kemampuan korban solving, dan kecenderungan sikap anak untuk melakukan tindak kekerasan.

(Natalia Bulan)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement