Mahasiswa yang akrab disapa Iqbal itu mengungkapkan, pesawat tanpa awak dengan nama subtim JatayuJet_10 tersebut dapat menempuh jarak 700 meter bolak-balik dengan kecepatan 198 kilometer per jam. Selain itu, terdapat divisi Fixed Wing yang memiliki keunggulan dapat menerbangkan pesawat selama tiga jam.
Divisi dengan nama subtim NAYAV3 ini, lanjut Iqbal, diharuskan untuk membuat peta dan monitoring melalui penerbangan pesawat. Sehingga, pesawat divisi ini harus bisa mengambil gambar dengan resolusi yang tinggi dan waktu yang cepat.
Sementara Tim Bayusuta yang merupakan nama tim divisi TD, mengaku hanya mengikuti dua dari tiga kategori. “Kita tidak ikut Propulsion System, karena hanya riset di Airframe Manufacture dan Flight Controller. Jadi belum ada dasar,” tutur Iqbal memberi alasan.

Pada TD Airframe Manufacture, beber Iqbal lagi, pesawat telah dikembangkan untuk dapat melakukan take off dan landing secara vertikal tanpa memerlukan landasan pacu. Sedangkan untuk TD Flight Controller, pesawat dikembangkan pada bagian augmented reality yang nantinya akan menjadi ciri khas dari ITS.
Lebih lanjut, divisi VTOL dengan nama tim Soeromiber diharuskan merancang drone untuk mengambil barang dan meletakkan di sejumlah area tertentu dengan tepat.
Kelima pesawat tanpa awak dengan masing-masing inovasi yang diusung itu diakui telah memiliki kesiapan penuh untuk berlaga di KRTI 2019 mendatang. Harapannya, tim Bayucaraka ITS dapat kembali meraih Juara Umum pada KRTI 2019 ini dan mampu mendukung perkembangan teknologi dirgantara Indonesia.
(Rani Hardjanti)