Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Program Pendidikan Dokter Layanan Primer hanya Pemborosan Biaya

Program Pendidikan Dokter Layanan Primer hanya Pemborosan Biaya
Ilustrasi dokter (Foto: Boldsky)
A
A
A

BANDARLAMPUNG - Ikatan Dokter Indonesia Provinsi Lampung menolak Program Pendidikan Dokter Layanan Primer (DLP) karena hanya pemborosan biaya.

"Dokter layanan primer itu sebenarnya sudah didapatkan selama masa pendidikan. Kami menempuh pendidikan untuk menjadi seorang dokter umum sekitar 7 tahun," kata Sekretaris IDI Kota Bandarlampung dr. Bambang Eko Subekti saat aksi damai di Tugu Adipura Bandarlampung, Senin (24/10/2016).

Menurut dia, tuntutan IDI menolak program pendidikan (prodi) DLP itu bukan tidak beralasan. "Misalnya, pendidikan awal ditempuh calon dokter kurang lebih 4 tahun, kemudian koas atau yang lebih dikenal dokter muda melakukan praktik di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya sebelum menempuh ujian kelulusan dokter," katanya.

Setidaknya, lanjut dia, 2 tahun untuk koas dan menunggu ujian. Jadi, butuh sekitar 7 tahun untuk menjadi dokter umum, dan sudah ada DLP di situ.

Ia berpendapat bahwa pemerintah sebaiknya lebih memikirkan peningkatan kualitas atau kompetensi dokter yang sudah ada, bukannya menambah progam pendidikannya karena mubazir atau sia-sia.

Menurut dokter di RS Abdoel Moeloek itu, program DLP merupakan diskriminasi terhadap kelompok dokter tertentu. "Dokter layanan primer bukan jawaban masalah urgen yang terjadi selama ini di bidang pelayanan kesehatan," katanya.

Ia meminta pemerintah lebih fokus pada program prioritas, di antaranya mengatasi minimnya alat kesehatan, kekosongan obat, persoalan obat palsu, juga sarana dan prasarana puskesmas serta rumah sakit yang masih minimal, termasuk mengatasi kekosongan dokter di banyak puskesmas.

Terkait dengan tudingan atas kualitas dokter umum yang rendah karena sering merujuk pasiennya, dia menjelaskan bahwa banyak faktor yang menyebabkan terjadi perujukan pasien.

Pertama, obat dan alat kesehatan yang sering kali tidak tersedia di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), seperti puskesmas dan tempat praktik dokter. Kedua, masih belum meratanya distribusi dokter yang membuat dokter tidak punya banyak waktu untuk melakukan pemeriksaan pasien lebih mendalam.

"Kalau misalnya dokter diberi waktu kurang dari 10 menit untuk melakukan konsultasi karena terlalu banyak pasien menunggu, otomatis mereka merujuk kasus-kasus yang dikira tidak bisa ditangani," katanya.

(Susi Fatimah)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement