JAKARTA - Dunia pendidikan tinggi Tanah Air sempat digemparkan dengan adanya 243 kampus swasta nonaktif dalam laman Forlap Dikti pada September tahun lalu. Mengatasi masalah tersebut, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) membentuk delapan tim untuk melakukan pembinaan dengan menggandeng Kopertis dan Aptisi.
Seiring berjalannya pembinaan, saat ini sudah ada 101 perguruan tinggi swasta (PTS) yang memilih untuk ditutup. Sedangkan sebanyak 112 PTS kembali aktif. Tersisa 30 PTS, 15 kampus di antaranya hingga kini masih menjalani pembinaan oleh tim. Sementara 15 PTS lagi berada di Kementerian Agama (Kemenag) sehingga belum diketahui bagaimana perkembangannya.
"Data per 29 Juni 2016 ada 101 PTS yang ditutup. Saat dilakukan pembinaan, mereka tidak sanggup lagi. Oleh sebab itu, dengan kesadaran sendiri mereka minta ditutup saja," ujar Dirjen Kelembagaan dan Pendidikan Tinggi Kemristekdikti, Patdono Suwignjo, dalam media gathering di Gedung D Kemristekdikti, Jakarta, baru-baru ini.
Terhadap kampus yang telah ditutup, Kemristekdikti meminta yayasan untuk memindahkan mahasiswanya ke perguruan tinggi lain. Ini dilakukan agar penutupan tidak merugikan mahasiswa. Sayangnya, tak semua yayasan memiliki dana untuk keperluan tersebut.
"Dalam hal ini Kemristekdikti membantu dengan menampung para mahasiswa ke PTS terdekat. Rektor universitas yang bersangkutan juga diberi tahu kondisi tersebut," terangnya.
Patdono menjelaskan, saat ini pembinaan dan pengawasan PTS berada di bawah tanggung jawab Kopertis. Masalahnya, lanjut dia, Kopertis sendiri kurang menjalankan tugasnya secara maksimal lantaran keterbatasan anggaran. Padahal, masa penerimaan mahasiswa baru sudah semakin dekat.
"Kami akan memberikan Rp1 miliar ke setiap Kopertis, khusus untuk pengawasan dan pembinaan. Juli mendatang ini akan disalurkan," ucapnya.
Dari anggaran yang akan diberikan tersebut, Kemristekdikti ingin agar setiap Kopertis dapat memuat informasi mengenai kampus-kampus apa saja yang berizin atau tidak, kampus yang berkonflik, dan yang bermasalah lainnya pada koran atau media massa daerah.
"Tujuannya supaya calon mahasiswa baru tidak terkecoh. Jadi dana tersebut diharapkan bisa digunakan untuk mengumumkan kepada masyarakat dan juga untuk keliling membina perguruan tinggi yang belum bagus supaya bisa meningkatkan mutu," pungkasnya. (ira)
(Rifa Nadia Nurfuadah)