JAKARTA – Sejak 2015, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) rutin melakukan pembinaan terhadap perguruan tinggi yang bermasalah, baik internal maupun eksternal. Dari 243 kampus, saat ini 104 di antaranya sudah kembali aktif dan menjalankan kegiatan perkuliahan secara normal.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan, kampus bermasalah akan dibina, bukan dibinasakan. Syaratnya, lanjut dia, kampus tersebut tidak melakukan praktik jual-beli ijazah.
"Ada tim khusus yang ditugaskan untuk membina kampus, yakni delapan tim yang diterjunkan ke lapangan. Kami juga menggandeng stakeholder dari APTISI, ABP-PTSI, dan Kopertis," ujarnya dalam Rakernas Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABP-PTSI) di Universitas Yarsi, Jakarta, Kamis (25/2/2016).
Nasir menjelaskan, status pembinaan suatu kampus bisa dilepas setelah mereka mampu memperbaiki diri. Dia menegaskan, pembinaan yang dilakukan harus dalam konsep pengawasan, pengendalian, dan pembinaan (wasdalbin).
"Peran kopertis juga penting. Mereka harus ada saat pembinaan, jangan saat wisuda saja," terangnya.
Kunci keberhasilan pembinaan, ucap Nasir, tak lepas dari jumlah tim yang mencukupi. Selain itu, anggota tim juga harus memiliki kompetensi dan memahami masalah yang dialami kampus.
"Oleh karena itu, setiap perguruan tinggi yang lemah juga harus sadar sehingga bisa dibina. Yang tak kalah penting, kunci keberhasilan pembinaan adalah niat yang kuat dari pimpinan dan yayasan untuk memperbaiki diri. Pembinaan dilakukan terhadap pelanggaran yang tidak fatal dan massif. Tetapi kalau sudah jual-beli ijazah, saya tidak ada ampun," pungkasnya. (ira)
(Rifa Nadia Nurfuadah)