JAKARTA – Apa saja tanda-tanda bullying di lingkungan sekolah yang harus diwaspadai? Memahami cirinya penting agar anak dapat terlindungi dari risiko menjadi korban. Apalagi belakangan ini, kasus perundungan di sekolah semakin sering muncul.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ciputra Surabaya, Stefani Virlia, S.Psi., M.Psi., menjelaskan bahwa perundungan atau bullying merupakan perilaku negatif yang dapat terjadi pada siapa saja, baik anak-anak, remaja, maupun orang dewasa. Lingkupnya pun luas — mulai dari rumah, sekolah, kampus, hingga lingkungan kerja.
Sering muncul pertanyaan: apa sebenarnya makna bullying? Dan apa perbedaannya dengan bercanda?
Bullying adalah tindakan agresif yang dilakukan secara sadar, memiliki maksud tertentu, dan berlangsung berulang dalam periode waktu tertentu. Terkadang, perilaku ini berawal dari candaan. Namun, jika candaan dilakukan terus-menerus, disengaja, dan membuat orang lain merasa tidak nyaman, maka tindakan tersebut sudah masuk kategori perundungan.
Bullying memiliki banyak bentuk, antara lain:
Bullying biasanya timbul karena adanya ketimpangan kekuatan. Pelaku merasa lebih dominan atau berkuasa, sementara korban berada dalam posisi lemah dan tidak mampu melawan. Ketidakseimbangan ini membuat tindakan perundungan terus berlanjut dari waktu ke waktu.
Sayangnya, masih banyak orang tua atau pihak sekolah yang menyepelekan tindakan bullying dan menganggapnya sebagai bagian dari “kenakalan anak” atau sekadar bercanda. Padahal, riset menunjukkan bahwa bullying dapat menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan mental, seperti rendahnya rasa percaya diri, perasaan gagal, malu, tidak berdaya, hingga munculnya gangguan mental seperti stres berat, depresi, trauma, bahkan risiko bunuh diri.
Karena itu, orang tua dan guru perlu memberikan pemahaman sejak dini tentang apa itu bullying, bagaimana menghindarinya, serta langkah yang harus dilakukan jika anak menjadi korban.
Bullying adalah persoalan kompleks yang membutuhkan kerja sama banyak pihak. Upaya pencegahan tidak hanya menjadi tugas sekolah, tetapi juga memerlukan kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan pemerintah.
Pencegahan dapat dimulai dari hal-hal sederhana: mengajarkan anak untuk tidak mengejek atau menyakiti orang lain, menanamkan nilai empati, kepedulian, dan kerja sama. Dengan pembiasaan tersebut, tindakan seperti memukul teman, menyembunyikan barang, atau menyebarkan gosip dapat berkurang.
Selain itu, pemerintah dan sekolah dapat menyusun aturan tegas terkait perundungan dan memastikan implementasinya berjalan dengan baik. Kolaborasi semua pihak diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak. Mari bersama-sama mencegah bullying!
(Kurniasih Miftakhul Jannah)