"Padahal justru sebaliknya itu adalah upaya guru untuk memberi peringatan kalau pilih buku ini hati-hati, ada konten-konten seperti ini, ada tema-tema seperti ini yang mungkin sensitif. Guru tentu saja boleh tidak menggunakan buku itu karena sekali lagi tidak ada yang wajib, ini sifatnya semuanya adalah alat bantu," ucapnya.
Namun dia memahami jika adanya hal-hal keliru dan buku panduan nya juga perlu diperbaiki. Salah satunya termasuk dari para kurator yang menyampaikan surat kepada Kemendikbud Ristek yang memberi masukan, memberi kritik terhadap buku panduan itu.
"Karena ada kesalahan kata, misalnya yang paling parah ada sastrawan yang masih hidup tapi ditulis sudah meninggal misalnya.
Kemudian ada juga yang kurang pas dalam cara buku panduan itu mereview, memberi komentar, memberi disclaimer pada buku-buku atau karya sastra yang diusulkan jadi tone-nya mungkin terlalu negatif," katanya
Namun dia menyayangkan adanya narasi yang hanya memotong bagian-bagian tertentu yang sensitif. Sehingga seolah-olah buku panduan itu mempromosikan bullying, mempromosikan kekerasan seksual padahal sebaliknya.
"Seringkali tema-tema sensitif itu dibahas justru untuk mengkritik, untuk mencegah untuk membicarakan bahwa ini ada masalah di masyarakat kita.
Jadi raising awareness bukan sebaliknya kalau dibaca secara utuh, sebenarnya justru sebaliknya, tidak demikian," tutupnya.
(Taufik Fajar)