JAKARTA - Salah satu penyebab tingginya angka kanker serviks yaitu karena kaum hawa enggan memeriksakan diri dan melakukan deteksi dini. Karena itu, Guru Besar Bidang Ilmu Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran (FK), Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. dr. Junita Indart, Sp.OG(K) mendorong perempuan untuk melakukan skrinning rutin atau cek secara berkala.
Dalam keterangan resmi kepada Okezone, dikutip Jumat (24/8/2023), lewat orasi ilmiah berjudul “Peran Keilmuan Obstetri dan Ginekologi Sosial terhadap Cakupan Skrining Kanker Serviks di Era Transformasi Kesehatan Indonesia” baru-baru ini, dia menegaskan pentingnya peran keilmuan obstetri dan ginekologi sosial dalam upaya mengurangi angka penderita kanker serviks di Indonesia. Salah satunya dengan deteksi dini.
BACA JUGA:
Prevalensi Kanker Serviks
Menurut data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2021, kanker serviks menempat peringkat kedua setelah kanker payudara, yaitu sebanyak 36.633 kasus atau 17,2% dari seluruh kanker pada wanita). Jumlah ini memiliki angka mortalitas yang tnggi sebanyak 21.003 kematan atau 19,1% dari seluruh kematan akibat kanker. Apabila dibandingkan angka kejadian kanker serviks di Indonesia pada tahun 2008, terjadi peningkatan dua kali lipat.
Tingginya angka kejadian kanker serviks di Indonesia dipengaruhi oleh cakupan skrining yang masih rendah. Hingga tahun 2021, hanya 6,83% perempuan usia 30–50 tahun yang menjalani pemeriksaan skrining dengan metode IVA. Pada tahun 2023, cakupan skrining kanker serviks di Indonesia hanya mencapai 7,02% dari target 70%. Apabila tdak ditangani dengan efektf, angka kanker serviks meningkat dan menyebabkan beban sosio-ekonomi yang besar serta penurunan kualitas hidup individu.
BACA JUGA:
3 Metode Deteksi Dini Kanker Serviks
Metode skrining dan pendekatan pencegahan yang inovatf perlu dikembangkan agar lebih efektif, terjangkau, dan mudah diakses. Metode skrining kanker serviks yang digunakan di Indonesia adalah IVA, Pap Smear, dan tes DNA HPV. Setap metode memiliki nilai keuntungan dan hambatan masing-masing sehingga perlu diperhatkan mana yang paling sesuai untuk diimplementasikan di Indonesia.
1.Metode IVA
masih menjadi metode skrining pilihan dengan biaya yang terjangkau dibandingkan dengan tes HPV DNA dan Pap Smear. Namun, kendalanya adalah selain harus melath tenaga kesehatan, alur tndak lanjut rujukan yang komprehensif juga harus dibuat untuk hasil yang positf. Apabila tidak bisa ditatalaksana pada tngkat Faskes 1, pasien harus dirujuk ke rumah sakit dengan alur rujukan yang jelas.