Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Digital Native, Diproyeksikan Gen Z Kerjakan Tugas 100% Pakai AI Pada 2030

Rani Hardjanti , Jurnalis-Kamis, 06 November 2025 |11:34 WIB
Digital Native, Diproyeksikan Gen Z Kerjakan Tugas 100% Pakai AI Pada 2030
Digital Native, Diproyeksikan Gen Z Kerjakan Tugas 100% Pakai AI Pada 2030. (Foto: Freepik)
A
A
A

JAKARTA - Hayo ngaku, siapa yang mengerjakan tugas kuliah mengandalkan AI? Gen Z di usia mahasiswa, nyatanya  lekat dengan penggunaan akal imitasi atau artificial intelligence (AI). Mulai dari mencari ide kreatif, hingga sekadar mengobrol. 

Bahkan, hasil Survei yang dilakukan oleh Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2025 mengungkap bahwa generasi Z menempati urutan teratas dalam memanfaatkan AI yaitu sebesar 43,7 persen, disusul dengan Milenial sebesar 22,3 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa AI telah menjadi bagian tersendiri bagi generasi muda di Indonesia. Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan AI, ada kekhawatiran terhadap dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan AI yang kian masif.

Digital Native, Diproyeksikan Gen Z Kerjakan Tugas 100% Pakai AI Pada 2030. (Foto: Freepik)

(Ilustrasi: Freepik) 

Guru Besar UGM dan Pemerhati Rekayasa Perangkat Lunak Prof. Ridi Ferdiana, menilai meningkatnya penggunaan AI di kalangan anak muda merupakan suatu keniscayaan bagi generasi yang tumbuh di lingkungan digital tersebut. 

Menurutnya, salah satu bentuk disrupsi terbesar bukan hanya kemunculan AI secara umum, tetapi hadirnya generative AI yang mengubah cara berpikir generasi muda. 

“Generasi Z itu lahir sebagai digital native, sudah dimanjakan teknologi sejak kecil. Generative AI sekarang menjadi bentuk disrupsi terbesar yang mengubah cara berpikir dan hidup mereka,” ujarnya, seperti dikutip dari laman UGM, Kamis (6/11/2025). 

Ridi memperkirakan, kedepannya pengguna AI di kalangan anak muda terus meningkat, terlebih kombinasi antara generasi Milenial dan generasi Z yang disebut masuk ke dalam 77 persen pengguna aktif AI. 

 

Ia memberi contoh bahwa di lingkungan UGM sendiri dari total 60.000 mahasiswa, sebanyak 45.000 di antaranya telah menggunakan AI dalam aktivitas keseharian maupun dalam aktivitas akademik.

“Misal katakanlah UGM, dari 60 ribu mahasiswa, kira-kira 45 ribu sudah memakai teknologi ini. Saya perkirakan pada tahun 2030, adopsinya bisa mencapai 100 persen,” ujarnya.

Ridi menilai, penggunaan AI dari sisi positif dapat memberi perubahan bagi cara belajar dan mengembangkan kreativitas generasi muda. Terlebih adanya teknologi generative AI yang dapat menjadi teman belajar dalam memahami konsep, bukan sekadar memberi jawaban instan. 

“Contohnya pada Gemini AI yang memiliki fitur guided learning yang akan mengajari kita dan melakukan deep research, sehingga membantu kita menganalisis jawaban lebih dalam. Tidak sebatas menerima jawaban mentah-mentah,” jelasnya.

Kendati demikian, penggunaan AI secara berlebih tanpa adanya verifikasi dalam menerima informasi dapat memberikan ketergantungan, ia menyebut fenomena ini sebagai DDA atau ‘dikit-dikit AI’. 

(Rani Hardjanti)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement