Seharusnya pemerintah dan Danantara meminta perguruan tinggi di Indonesia menyediakan akademisi atau orang-orang berkompeten di bidangnya, yang kemungkinan besar para perguruan tinggi itu akan senang dan mau melakukannya.
"Harusnya Danantara itu menyiapkan bagaimana roadmap industrialisasi di Indonesia, dan bagaimana mengeksekusikannya, dan bagaimana ekosistem itu. Orang pintar sudah banyak, tetapi orang-orang di Indonesia belum terhimpun untuk melakukan riset yang high tech atau riset yang disesuaikan untuk industri," paparnya.
"Karena industri di Indonesia belum ada risetnya, intinya dikerjakan dari luar. Industri di Indonesia yang betul-betul milik dalam negeri sangat sedikit, sangat kecil mayoritas dari luar. Bagaimana harusnya Danantara ini membuat roadmap," tuturnya.
Ia khawatir, jika pemerintah melalui Danantara memilih para ahli dari luar negeri, membuat orang-orang yang memiliki keahlian di masing-masing perguruan tinggi di Indonesia tak terpakai. Padahal secara kualitas dan kemampuan SDM itu bisa dimanfaatkan dengan baik.
"Dampaknya orang-orang hebat yang dari dalam negeri tidak dipakai, orang lebih senang pakai yang dari luar negeri. Dia kerjasama dengan Universitas top di dunia, berarti dia tidak memandang universitas di dalam negeri bagus," tukasnya.
Sebelumnya diberitakan, Danantara meluncurkan Danantara University sebagai bagian untuk pengembangan sumber daya manusia pada 25 Juli 2025 lalu. Perguruan tinggi ini diluncurkan bekerjasama dengan 9 kampus ternama dari Amerika Serikat, Eropa, dan China.
Beberapa kampus ternama dunia di antaranya Tsinghua University, Stanford University, hingga Columbia University, akan digandeng untuk mewujudkan sejumlah program dengan Danantara University. Danantara Indonesia Academy yang ditargetkan rampung dalam dua tahun ke depan.
(Khafid Mardiyansyah)