“Keamanan manusia adalah situasi di mana anak-anak tidak mengalami kelaparan, penyakit tidak mudah menyebar, pekerjaan tersedia, ketegangan etnis tidak berubah menjadi kekerasan, dan lingkungan hidup terjaga,” ujarnya mengutip konsep human security yang dirilis UNDP.
Untuk itu, Ia menegaskan bahwa pendekatan keamanan manusia (human security) lebih relevan untuk menyelesaikan konflik Papua. “Kita butuh perubahan paradigma dari state-centered security ke human security yang lebih memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan rakyat Papua bukan sebagai objek negara semata,” ucapnya dengan tegas.
Di akhir pemaparannya, Al Araf mengutip pernyataan Wakil Presiden RI pertama, Mohammad Hatta, yang menyebut persoalan Papua sebagai persoalan moral dan kemanusiaan. “Ketika lita jenuh dengan kondisi hari ini, mari kita balik ke belakang bagaimana sesungguhnya para founding father kita membaca tentang Indonesia dan memandang Indonesia. Bung Hatta pernah mengatakan, kita dan Papua senasib sepenanggungan. Persoalan Papua adalah persoalan moral dan kemanusiaan.”
Peraih Anugerah Pejuang HAM dan Kemanusiaan dari Universitas Brawijaya dan Ikatan Alumni Universitas Brawijaya (IKA UB) 2022 ini berharap agar semua pihak dapat bersatu untuk mendorong perdamaian di Papua. “Mudah-mudahan kita kita punya nurani, punya moral untuk terus berbicara tentang Papua agar masyarakat papua dalam kehidupan yang damai, agar kemanusiaan di Papua bisa terus dalam situasi hidup yang damai,” ujarnya.
Simposium yang menghadirkan para pakar dan praktisi yang berkompeten ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan kembali pendekatan yang selama ini diambil dalam menyelesaikan konflik Papua. Pendekatan human security, yang menempatkan manusia sebagai fokus utama, diharapkan dapat menjadi solusi baru untuk mengakhiri kekerasan dan menciptakan perdamaian di bumi Cendrawasih yang telah lama dirindukan.
(Feby Novalius)