JAKARTA - Ilmuwan tiga negara membahas memngenai pemasaran pangan berkelanjutan. Hal ini dibahas dalam seminar yang digelar Kantor Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Canberra yakni Strategic Talk #7 dengan tema “Updates on Agri-Food Marketing Issues in Europe, Australia and Indonesia”.
Seminar yang dilaksanakan secara daring (webinar) ini menghadirkan pembicara dari tiga negara, yaitu Associate Prof. Victoria-Sophie OSBURG dari Montpellier Business School Prancis, Prof. Ujang Sumarwan dari Sekolah Bisnis IPB, dan Dr. Risti Permani dari School of Agriculture and Food Sustainability, University of Queensland. Webinar dimoderatori oleh Dr. Prita Prasetya dari Universitas Prasetiya Mulya.
Dalam sambutannya, Atdikbud KBRI Canberra Mukhamad Najib menyampaikan bahwa tujuan dari webinar ini adalah untuk mempertemukan ilmuwan dari ketiga negara untuk saling berbagi mengenai isu-isu terbaru dalam bidang pemasaran produk pangan. Menurut Atdikbud Najib, pemasaran pangan saat ini mengalami cukup banyak tantangan.
“Di Indonesia, beberapa waktu lalu kita membaca berita bagaimana petani membuang hasil panen mereka karena tidak mendapatkan harga yang sesuai untuk produk mereka. Di Australia, ada perusahaan coklat yang menampilkan label 100% palm oil free. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi negara penghasil sawit seperti Indonesia untuk memasarkan produknya," jelas Najib, Rabu (11/12/2024).
Menurut Atdikbud Najib, setiap negara memiliki tantangan sendiri-sendiri. Namun dalam konteks pemasaran pangan, bisa jadi ada hal-hal yang dapat dipelajari antara satu dengan yang lainnya. Sehingga, pertemuan ilmuwan pemasaran produk pangan ini menurut Najib sangatlah strategis untuk menyelesaikan masalah-masalah pemasaran.
Ilmuwan dari Montpellier Business School Prancis, Victoria Osburg memaparkan beberapa tantangan dalam pemasaran produk pangan di Eropa. Menurut Victoria, saat ini berkembang permintaan atas produk organik yang diproduksi oleh petani lokal serta produk pangan yang dapat memberikan manfaat nutrisi spesifik. Konsumen Eropa saat ini juga menuntut adanya transparansi mengenai dampak lingkungan yang dihasilkan dari proses produksi pangan yang dilakukan oleh petani maupun industri.