JAKARTA - Latar belakang pendidikan Mackenzie Scott, sosok janda terkaya di muka bumi berharta Rp370 triliun. MacKenzie merupakan seorang filantropis dan juga penerbit dari 2 buku. Serta merupakan mantan istri dari penemu aplikasi Amazon itu Jeff Bezos.
Sementara, latar belakang pendidikan Mackenzie Scott, sosok janda terkaya di muka bumi berharta Rp370 triliun cukup bagus. Terlebih, sumber kekayaan MacKenzie Scott berasal dari saham Amazon usai bercerai dengan Jeff Bezos. Dia kini dikenal sebagai filantropis.
Untuk pendidikannya, Dia masuk asrama Hotchkiss di Lakeville, Connecticut. Beberapa teman-teman sekelasnya kemudian mengingatnya sebagai sosok yang rendah hati dan disiplin. Selama tahun terakhirnya di sekolah, nasib keluarganya berubah drastis ketika ayahnya menyatakan bangkrut.
Namun dia mampu menyelesaikan studinya dalam tiga tahun, bukan empat tahun, dan lulus pada tahun 1987.
Setelah mendapat beasiswa,Mackenzie Scott melanjutkan pendidikannya dengan kuliah di Universitas Princeton. Namun, situasi keuangannya tetap buruk, dan hanya pinjaman dari sesama mahasiswa yang menyelamatkannya dari putus kuliah di tahun kedua.
Selain itu Kecintaan terhadap menulis berkembang pesat di Princeton, tempat ia belajar di bawah bimbingan peraih Nobel Toni Morrison.
Setelah lulus dengan gelar sarjana dalam bidang bahasa Inggris pada tahun 1992, Tuttle pindah ke New York City, tempat ia bekerja sebagai pelayan dan mengambil posisi asisten administrasi di D.E. Shaw, sebuah perusahaan dana lindung nilai. Di sana ia jatuh cinta Jeff Bezos yang berusia 30 tahun.
Keduanya menikah pada tahun 1993. Hingga, pasangan itu mengumumkan keputusan mereka untuk bercerai melalui unggahan bersama di Twitter pada tanggal 9 Januari 2019.
Setelah bercerai dari Jeff Bezos, dia mencurahkan sebagian besar usahanya untuk kegiatan filantropi. Pada bulan Mei 2019, ia menandatangani Giving Pledge, sebuah kampanye amal yang dibuat oleh Bill Gates, Melinda Gates, dan Warren Buffett, di mana para penandatangan berjanji untuk menyumbangkan sebagian besar kekayaan mereka untuk kegiatan amal.
Kegiatan filantropi telah menargetkan perkembangan anak, kesetaraan ras, dan pendidikan tinggi, dengan mendanai.
(Rina Anggraeni)