JAKARTA - Dunia pendidikan di Indonesia tercoreng dengan skandal cuci rapor demi masuk sekolah negeri. Dugaan kecurangan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 sejatinya sudah banyak dilaporkan masyarakat.
Dalam PPDB 2024 terdapat empat jalur, seperti jalur prestasi, jalur zonasi, jalur afirmasi dan jalur perpindahan tugas orangtua/wali.
Seperti halnya jalur zonasi dalam PPDB 2024, ada temuan kasus bahwa ada calon peserta didik (CPD) yang gagal masuk sekolah negeri yang dituju padahal dekat dengan rumahnya. Sontak, orangtua CPD atau calon siswa tersebut mengukur jarak dari rumah ke sekolah yang tidak jauh.
Perlu diingat, aturan jarak rumah ke sekolah PPDB 2024 ditetapkan dalam Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nomor 47/M/2023 tentang pelaksanaan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 Tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA/SMK.
Seleksi jalur zonasi CPD kelas 7 SMP sampai kelas 10 SMA dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam wilayah zonasi yang sudah ditetapkan. Dalam ketentuan jalur zonasi, jumlah siswa yang bisa diterima akan diatur oleh pemerintah daerah setempat. Mereka bahkan bisa menambah kuota lebih banyak setelah menghitung jumlah dan perkiraan siswa yang akan mendaftar.
Penetapan jarak radius antara rumah dan sekolah bervariasi di setiap daerah dan tidak dapat dipastikan dengan pasti karena mengikuti kebijakan yang akan ditetapkan oleh pemerintah daerah masing-masing.
Kini ada kasus yang menghebohkan dunia pendidikan di Indonesia yaitu skandal cuci rapor demi masuk sekolah negeri. Hal ini terjadi di SMPN 19 Depok, Jawa Barat. Alhasil, sebanyak 51 lulusan SMPN 19 Depok yang diduga melakukan cuci rapor dianulir di 8 SMA Negeri.
Kepala Sekolah (Kepsek) SMPN 19 Depok Nenden Eveline Agustina membenarkan ada 51 peserta didik lulusan sekolahnya dianulir. Kini kasus itu tengah ditangani Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbudristek) didampingi Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok.
"Betul untuk yang 51 dianulir. Kami sudah berproses yang dengan Kemendikbudristek juga dengan Disdik Depok dan masih berproses sampai hari ini," kata Nenden saat ditemui di SMPN 19, Depok Jaya, Pancoran Mas, Kota Depok, Selasa (16/7/2024).
Sebanyak 51 CPD tersebut lewat jalur prestasi nilai rapor diterima di SMAN 1 Depok sebanyak 21 CPD, SMAN 2 Depok sebanyak 2 CPD, SMAN 3 Depok sebanyak 5 CPD, SMAN 4 Depok sebanyak 1 CPD, SMAN 5 Depok sebanyak 4 CPD, SMAN 6 Depok sebanyak 9 CPD, SMAN 12 Depok sebanyak 5 CPD dan SMAN 14 Depok sebanyak 4 CPD.
Nenden mengaku ada kesalahan soal 51 siswa lulusan SMP Negeri 19 Depok dianulir dari delapan SMA Negeri usai terbukti curang melakukan mark up nilai rapor. Dirinya siap menerima konsekuensinya. Dia menegaskan akan bertanggungjawab terhadap 51 peserta didik yang dianulir tersebut.
"Jadi memang dari proses yang kami jalani kami akui ada kesalahan dan kami sudah siap dengan konsekuensinya bersama Dinas Pendidikan," ujar Nenden.
Namun karena terbukti melakukan cuci rapor dengan mark-up nilai, maka 51 CPD tersebut dianulir dan nasib mereka masuk sekolah swasta.
"Yang jelas kami bersama Dinas Pendidikan bertanggungjawab untuk 51 peserta didik kami yang dianulir ini kami pastikan nanti bersekolah, tapi di sekolah swasta mungkin itu saja yang bisa kami sampaikan," tambahnya.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Depok, Sutarno mengatakan tidak ada bantuan biaya terhadap puluhan siswa tersebut. "Enggak ada, karena kita hanya memfasilitasi sampai dia bisa memperoleh sekolah," katanya.
Sutarno melanjutkan, kasus dugaan puluhan siswa yang didiskualifikasi ini ditangani Inspektorat Jenderal Kemendikbud. Pihaknya juga akan memberikan pembinaan hingga sanksi tegas kepada oknum guru dan lainnya yang terlibat dalam praktik cuci rapor itu.
"Yang kedua, kalau memang itu pegawai dan sebagainya yang melakukan hal-hal tersebut tentunya akan kami lakukan tahapan-tahapan atau tindakan-tindakan. Ada yang memang dilakukan pembinaan, ada memang nanti kalau memang sanksi harus kita sanksi dan sebagainya," katanya.
Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin menyayangkan terjadi sejumlah kecurangan dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 di Jabar. "Kami sedih, seharusnya tingkat pendidikan ini dimulai dengan kebaikan tetapi ini malah diawali dengan kecurangan," ucap Bey.
Bey memastikan, seluruh kasus kecurangan yang terjadi pada PPDB 2024 ini akan dilaporkan ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
"Saya berharap tahun depan akan lebih baik lagi, dan kami juga akan melaporkan semuanya ke Kemendikbud tentang evaluasi PPDB tahun Ini," ungkapnya.
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Provinsi Jawa Barat Mochamad Ade Afriandi mengungkap kronologi terkuaknya praktik cuci rapor di Depok. Hal ini karena terjadinya anomali pada nilai rapor. Kemudian oleh bidang pengawasan PPDB Jabar dan Panitia PPDB SMA di salah satu SMA di kota Depok dilakukan validasi ke sekolah asal ke SMP.
"Tetapi pada saat divalidasi ke sekolah, disandingkan antara nilai rapor yang diupload oleh CPD dengan buku rapor dan juga buku nilai yang ada di sekolah, itu tidak ada perbedaan nilai (sesuai maksudnya). Nah, tentu karena nilai semua sama, yang diupload, buku rapor yang bersangkutan, nilai rapor di sekolah juga sama, jadi 51 CPD ini diterima jalur prestasi rapor," tambahnya.
Ade menyebut kejanggalan nilai rapor itu ditelisik oleh Itjen Kemendikbudristek ternyata nilai rapor tidak sesuai dengan nilai yang diupload pada sistem PPDB sehingga terbukti ada praktik cuci rapor tersebut.
"Mereka kan yang punya e-rapor ya, ada aplikasi e-rapor. Nah, aplikasi e-rapor ini kan tidak bisa diakses oleh Pemda, (dan) karena tidak bisa diakses oleh Pemda, jadi akhirnya dibuka di e-rapor di Kemendikbud Ristek. Ternyata nilainya (di e-rapor) tidak sama dengan nilai yang di upload dengan buku rapor maupun buku nilai dari sekolah. Sehingga akhirnya ditelusuri oleh Itjen Kemendikbud bersama kami dan akhirnya diketahui jelas lah, ada istilahnya di Depok itu 'cuci rapor' ya, ada cuci rapor yang dilakukan oleh sekolah," ucapnya.
Dalam temuan sementara yang dirilis awal bulan Juli, Ombudsman melaporkan, penambahan rombongan belajar (rombel) dan penambahan jalur di luar prosedur masih mewarnai PPDB tahun 2024.
Ombudsman RI menerima sekitar 467 aduan masyarakat. Laporan ini terkait dengan dugaan kecurangan masalah di hampir setiap jalur PPDB: prestasi, zonasi, dan afirmasi.
Dari aduan masyarakat yang diterima Ombudsman, dugaan maladministrasi didominasi penyimpangan prosedur (51%), tidak memberi layanan (13%), tidak kompeten (12%), diskriminasi (11%), penundaan berlarut (7%), permintaan imbalan uang, barang dan jasa (2%), tidak patut (2%) dan penyalahgunaan wewenang (2%).
"Dalam jalur zonasi, adanya pemahaman keliru baik juklak dan juknis penentuan zona di mana selama ini masih banyak yang menggunakan jarak padahal dapat juga menggunakan area zona."
"Untuk afirmasi, seharusnya juga tidak hanya bagi anak yang kurang beruntung secara ekonomi tetapi juga berlaku kepada teman-teman disabilitas," kata anggota Ombudsman Indraza Marzuki Rais.
Dari jalur prestasi, Ombudsman mengeklaim menemukan praktik cuci rapor untuk menaikan gengsi sekolah tersebut.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)