Pengaruhi Cuaca Antariksa
Aktivitas Matahari sangat erat kaitannya dengan cuaca antariksa. Menurut Johan, mempelajari aktivitas Matahari dan cuaca antariksa sangat penting, karena tren peradaban manusia saat ini sangat mengandalkan teknologi antariksa. Misalnya, penggunaan GPS dari satelit navigasi yang kita gunakan untuk kehidupan sehari-hari, antara lain di sektor transportasi.
Cuaca antariksa adalah keadaan di lingkungan antariksa, khususnya antara Matahari dan Bumi. Seperti halnya cuaca di Bumi, cuaca antariksa bersifat dinamis dan sangat bergantung pada aktivitas Matahari.
Satelit-satelit di luar angkasa sangat rentan terhadap cuaca antariksa. Sehingga, jika di Matahari terjadi ledakan ataupun lontaran massa korona, akan berpengaruh terhadap operasional satelit yang produknya digunakan oleh manusia.
Contoh lainnya, penggunaan GPS yang membutuhkan presisi tinggi untuk navigasi pesawat. Atau kendaraan otonom yang sangat mengandalkan teknologi navigasi. Tentu navigasi yang digunakan tidak boleh salah karena bisa menyebabkan kecelakaan.
Cuaca antariksa juga bisa memberikan dampak langsung terhadap aktivitas manusia. Misalnya, saat cuaca antariksa sedang ekstrem, hal ini berpengaruh terhadap kondisi ionosfer. Ionosfer merupakan lapisan di atmosfer, di mana, sinyal navigasi dari GPS ke bumi melewati ionosfer.
Selain itu, lapisan ionosfer menjadi tempat sinyal komunikasi frekuensi tinggi (high frequency/HF). Dalam keadaan darurat, misalnya saat terjadi bencana, atau di tengah hutan yang tidak ada sinyal komunikasi seluler, tim BASARNAS atau militer biasanya menggunakan komunikasi radio HF untuk menggantikan penggunaan sinyal telepon seluler.
“Yang mereka gunakan adalah lapisan ionosfer untuk memantulkan sinyal yang mereka kirim. Nah, itu sangat dipengaruhi oleh aktivitas matahari, ketika terjadi gangguan cuaca antariksa akibat aktivitas matahari, frekuensi radio yang biasa mereka gunakan bisa saja berubah,” katanya.
Seiring dengan perkembangan teknologi, manusia sangat bergantung pada teknologi antariksa. Adanya tren konstelasi satelit yang mengirimkan ratusan bahkan ribuan satelit ke antariksa, membuat kita harus lebih menyadari betapa pentingnya memahami kondisi cuaca antariksa.
Masyarakat dapat mengetahui kondisi cuaca antariksa dengan memantau web penyedia layanan informasi cuaca antariksa. BRIN juga menyediakan layanan informasi melalui website Space Weather Information and Forecast Services (SWIFtS) di laman http://swifts.brin.go.id/.
Di dalam web SWIFtS, masyarakat dapat menemukan informasi mengenai aktivitas matahari yang terjadi dalam 24 jam terakhir. Selain itu juga informasi kondisi geomagnet dan ionosfer global, serta regional Indonesia. Data-data yang disampaikan dalam SWIFtS merupakan rangkuman dari hasil pengamatan yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia dan dunia, serta pengamatan dari antariksa.
“Masyarakat juga dapat mengetahui prediksi cuaca antariksa dalam 24 jam mendatang berdasarkan hasil anallisis para peneliti di PRA BRIN,” terang Johan.
Seiiring dengan pentingnya pemahaman akan aktivitas matahari dan cuaca antariksa, Johan berharap adanya peningkatan sumber daya manusia (SDM) baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kelompok risetnya saat ini beranggotakan tujuh orang dengan kepakaran spesifik. Namun, masih perlu ditingkatkan kualitasnya dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang S3.
Dari segi kuantitas, menurut Johan, tidak banyak SDM yang menggeluti riset aktivitas Matahari. Karena itu, pihaknya bekerja sama dengan berbagai institusi maupun universitas dalam dan luar negeri, seperti ITB, ITERA, Nagoya University - Jepang, NASA - Amerika Serikat, dan Malaysian Space Agency - Malaysia.
Dia juga terbuka berkolaborasi dengan mahasiswa yang mengikuti program Manajemen Talenta BRIN, seperti program Degree by Research (DbR), research assistant (RA), dan postdoctoral. Hal ini sebagai upaya kaderisasi SDM potensial untuk menekuni riset aktivitas Matahari.
Dirinya berharap, HUT ke-3 BRIN menjadi momentum akan pentingnya infrastruktur riset terkait pengamatan aktivitas matahari. BRIN saat ini sedang membangun Observatorium Nasional (Obnas) di Timau, NTT, dengan berbagai fasilitas riset di bidang antariksa, seperti teleskop. Johan berharap, ke depan juga akan tersedia fasilitas teleskop untuk pengamatan matahari.
Pria dengan motto hidup "keberuntungan berpihak pada mereka yang siap" ini berpesan kepada para periset lainnya, agar senantiasa fokus dan profesional pada bidang riset yang ditekuni.
Ketekunan Johan pada riset aktivitas Matahari ini berbuah manis dengan menjadi salah satu periset yang menerima penghargaan berkinerja tinggi pada perayaan HUT ke-3 BRIN 28 April kemarin.
“Berkaca dari pengalaman saya, walaupun riset yang saya tekuni mungkin tidak sepopuler bidang riset lainnya, justru menjadi tantangan bagi saya untuk melakukan yang terbaik. Insyaallah pasti ada hasilnya,” tandasnya.
(Dani Jumadil Akhir)