Tolak Gaji Tinggi
Alih-alih menerima pekerjaan tetap gaji tinggi, Lodi memilih untuk pulang ke Sabu. Awalnya dia menuju Kupang dan menghabiskan waktu untuk mengamati bagaimana orang-orang menjalani kehidupan dan bertahan hidup. Barulah dia menuju kampung halamannya. Di sana Lodi melakukan hal serupa.
Setelah masa tumbuh besarnya yang berada di luar Sabu, Lodi menyadari bahwa di Sabu memiliki masyarakat yang sangat industrial dalam tingkat kecil dan tradisional tentunya.
Para lelaki yang setiap pagi sudah memanjat pohon untuk menyadap nira, atau perempuannya yang sangat tekun yang bertugas memasak niranya untuk kemudian dijadikan gula merah serta sebagiannya sebagai pengrajin tenun.
Saat itu alumni teknik industri ini terpikir untuk merancang produk industri skala kecil menengah, dengan tujuan agar hasil karya masyarakat Sabu lebih bisa terserap dengan baik.
“Saya selalu berpikir gimana ya supaya hal-hal ini kemudian bisa dikendalikan, direkayasa kualitasnya, kemudian kita bisa bikin satu sentra industri yang artinya produk-produk mereka ini bisa unggul dan lain sebagainya,” ucapnya.
Namun memang tak semudah teorinya. Geografis Pulau Sabu yang dikelilingi laut ganas, membuat satu masalah ekologis harus dipecahkan dan dicari solusinya.
Lodi merasa dengan keilmuannya saat itu belum cukup dan hal itu pula yang membuatnya membulatkan tekad untuk melanjutkan S2-nya di bidang Industrial Ecology di Leiden pada 2018.
Di sana Lodi belajar lebih dalam tentang bagaimana material, energi, dan air menjadi tiga faktor yang penting untuk dipahami dalam proses berkehidupan manusia baik orang urban, orang rural, orang industri, orang non-industri.
Setelah menyelesaikan kuliahnya dan lagi-lagi kembali ke Sabu, Lodi banyak melakukan berbagai riset terkait pembangunan manusia dan lingkungan hidup.
Tak sedikit buah pemikiran dan keilmuan Lodi yang digunakan sebagai tanggapan dan bahan penyusunan kajian strategis atas Pembangunan terkait manajemen air di daerah Sabu dan sekitarnya, hal yang sangat Lodi gandrungi. Impiannya sederhana, ingin mengubah Sabu menjadi tempat yang lebih baik lagi.
Lodi sedang mempersiapkan diri untuk terbang kembali ke Belanda menyelesaikan program doktornya. Belanda dipilih Lodi karena dinilai memiliki reputasi yang baik dalam urusan manajemen air serta ilmu-ilmu hidrologi.
Dia memilih melanjutkan pendidikan doktor di TU Delft yang dijadikan percontohan untuk membangun de Technische Hoogeschool te Bandoeng atau kini dikenal dengan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dengan segala keterbatasan yang dimiliki oleh anak-anak muda serta masyarakat kepulauan yang serupa dengan Sabu, Lodi berharap generasi muda Indonesia memiliki kepercayaan diri dan berani untuk bermimpi melalui perbaikan pendidikan.
“Kalau dibilang saya punya privilese, jelas saya punya itu. Mimpi itu sesuatu yang sangat mahal, sesuatu yang sangat powerful, punya kekuatan yang sangat besar untuk membawa kita melangkah jauh. Saya lihat, saya punya punya kekhususan, keistimewaan karena saya bisa mengakses (pendidikan). Saya punya kesempatan untuk bermimpi sementara teman-teman di Sabu, untuk bermimpi pun sangat mahal,” kata Lodi dilansir laman media keuangan Kemenkeu, Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Menurut Lodi tak ada hal lain yang lebih berbahaya selain anak muda yang tak bisa bermimpi.
Lodi mendorong anak muda untuk terus belajar, apalagi saat ini kesempatan untuk berkuliah baik S2 atau S3 terbuka lebar melalui Kementerian Keuangan yang memberikan kesempatan berkuliah gratis melalui beasiswa LPDP.
“Ayo, walau persiapannya satu tahun, dua tahun, harus bahasa Inggris, lesnya lama, tapi jangan pernah berhenti. Biarpun pelan tapi pada akhirnya kita akan sampai ke titik itu. Yang paling penting adalah konsisten. Kita harus berkorban waktu, berkorban tenaga, berkorban kenyamanan untuk sesuatu yang benar-benar baik” pungkasnya.
(Dani Jumadil Akhir)