Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Bahasa Laha Direkomendasikan Jadi Bahasa Persatuan di Ambon, Ini Alasan BRIN

Adzira Febriyanti , Jurnalis-Kamis, 15 Februari 2024 |14:38 WIB
Bahasa Laha Direkomendasikan Jadi Bahasa Persatuan di Ambon, Ini Alasan BRIN
Bahasa Laha Direkomendasikan Jadi Bahasa Persatuan di Ambon (Foto: Freepik)
A
A
A

JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merekomendasikan Bahasa Laha menjadi bahasa persatuan di Kota Ambon, Maluku, mengingat keberadaannya yang sudah terancam punah.

"Kami merekomendasikan ke Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon agar Bahasa Laha ini tetap lestari, untuk dibuatkan salah satunya menjadi bahasa persatuan di daerah Ambon karena Nahasa Laha ini memiliki 15 sebaran dialek di Pulau Ambon, Pulau Seram, dan Pulau-Pulau Lease (Pulau Haruku, Saparua, dan Nusalaut)," kata Peneliti Pusat Riset Kewilayahan BRIN Harlin Turiah dalam diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (15/2/2024).

Harlin menjelaskan penduduk di Negeri (setingkat desa) Laha berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat ada 7.167 jiwa, tetapi penutur Bahasa Laha yang aktif hanya sekitar 240 jiwa, dengan rata-rata pemakai berusia di atas 50 tahun.

"Pada satu sisi Bahasa Laha terancam punah, karena saat saya turun ke sana hanya sekitar 240-an yang masih aktif menggunakan bahasa daerah yang ada di Negeri Laha. Padahal ini menjadi aset budaya kita yang betul-betul masih ada terkait bahasa yang ada di Kota Ambon," ujarnya.

Dia mengutarakan situasi kebahasaan di Maluku sangat beragam, hanya berbatas daerah atau kampung saja sudah berbeda bahasa, yang menjadikan jumlah bahasa di Maluku menempati peringkat ketiga terbanyak setelah Papua dan Nusa Tenggara Timur, sehingga Bahasa Laha sangat penting untuk dilestarikan.

"Di Ambon, secara umum kita menggunakan Bahasa Melayu Ambon, saya menyebutnya lebih cocok dengan Bahasa Indonesia dialek Ambon. Bahasa Melayu Ambon inilah yang kemudian banyak memengaruhi masyarakat dan lebih banyak digunakan," tuturnya.

Dia menyebutkan sudah tidak ada penutur aktif di bawah 50 tahun, karena mereka hanya sebatas menjadi penutur pasif.

"Dahulu usia anak-anak diajarkan bahasa daerah, sekarang hampir tidak ada. Sekarang hampir semua menggunakan Bahasa Indonesia Melayu Ambon, baik di situasi resmi maupun tidak resmi," ucapnya.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement