JAKARTA - Di era digital, buku saat ini juga terbit secara digital. Tak dapat dipungkiri bahwa digitalisasi semakin mempermudah untuk pemerataan akses sumber bacaan dan meningkatkan literasi masyarakat Indonesia. Meski begitu, hal itu tak menutup peluang bagi pelaku pembajakan buku juga menjadi lebih cerdik.
Menurut Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), digitalisasi memperbesar peluang penjualan buku bajakan. Survei Ikapi pada tahun 2021 menunjukkan sekitar 75% penerbit menemukan buku terbitan mereka dibajak dan dijual di marketplace. Kerugian akibat pembajakan buku ini ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah.
BACA JUGA:
Salah satu penulis buku Dee Lestari pun merasakan betul bahwa karya-karyanya semakin mudah didapatkan dalam bentuk buku bajakan, baik secara fisik maupun berbentuk digital. Penulis pun seringkali merasa kewalahan dengan kecerdikan para pembajak seiring dengan perkembangan teknologi.
BACA JUGA:
"Pembajakan buku kini bukan hanya fisik namun juga digital termasuk buku bajakan di online platform. Ini merugikan dan dapat mencederai para penulis dan pelaku industri ini. Selalu saja ada tantangan baru pembajak yang lebih lihai, yang lebih cerdik dengan perkembangan teknologi,"ujar Dee Lestari di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (26/10/2023).
Vice President of Physical Goods Tokopedia, David Kartono mengatakan perlu adanya kesadaran untuk memerangi pembajakan buku yang kian marak terjadi. Hal ini dilakukan untuk melindungi kekayaan intelektual para penulis serta hak cipta buku-buku tersebut.