JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan pesan kepada lulusan Politeknik Keuangan Negara Sekolah Tinggi Akuntasi Negara (PKN STAN) dalam acara wisuda. Sri Mulyani meminta para wisudawan untuk menguatkan mental mereka dan memahami politik. Mereka harus terbuka menghadapi kritik.
Hal itu disebabkan keuangan negara rentan menjadi objek politik sehingga kerap mendapat kritik. Sri Mulyani meminta lulusan STAN jangan menutupi identitas diri ketika menerima kritik.
"Jadilah orang yang mampu menjelaskan. Kalau kalian tidak yakin melakukan kebaikan untuk masyarakat Indonesia melalui keuangan negara, jangan bekerja di Kementerian Keuangan," ujar Sri Mulyani seperti dilansir dari Antara, Kamis (5/10/2023).
Sri Mulyani mengatakan lulusan STAN harus memiliki pedoman yang mengarah untuk perbaikan bangsa. "Anda harus mengasah agar pedoman dan kompas Anda mengarah pada kebaikan, kemaslahatan umat, perbaikan bangsa, kemuliaan negara. Itu yang saya harapkan," kata Sri Mulyani saat kegiatan Wisuda “Adiwiranama” PKN STAN 2023.
BACA JUGA:
Dia menegaskan bendahara negara menekankan pentingnya memiliki pedoman sendiri. Sebab, pedoman tersebut akan menjadi penentu kualitas para lulusan PKN STAN nantinya.
Dengan pedoman itu, akan mengarahkan mereka pada sikap dan nilai yang mereka pegang saat mengelola keuangan nantinya. Terlebih, lulusan PKN STAN diharapkan dapat menjadi penerus Kementerian Keuangan di masa mendatang, sehingga penting bagi mereka untuk memiliki sikap dan nilai yang mengedepankan kebaikan bersama.
"Kalau lulusan PKN STAN adalah sekelompok manusia terpilih, berpendidikan, yang memiliki pedoman mulia tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga merespons panggilan negara, maka saya akan tenang. Namun, kalau lulusan PKN STAN orang berilmu namun hanya berpikir mengenai diri sendiri, maka itu adalah mala petaka bagi Indonesia," jelasnya.
BACA JUGA:
Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani menggarisbawahi bahwa keuangan negara merupakan instrumen untuk mencapai tujuan negara. Sementara dalam praktiknya, keuangan negara kerap dijadikan objek politik.
(Marieska Harya Virdhani)