MALANG - Aksesori atau manik-manik ternyata sudah digunakan oleh nenek moyang sejak zaman era prasejarah. Benda-benda peninggalan masa prasejarah itu tersimpan rapi di Museum Ganesya Malang.
Tercatat beberapa koleksi manik-manik yang datang dari era prasejarah atau sebelum manusia mengenal huruf tulisan juga dipamerkan di museum yang berada di Perumahan Graha Kencana, Blimbing, Kota Malang. Tampak beberapa manik-manik itu bahkan datang beberapa daerah di nusantara. Kala itu nama Indonesia belum ada, bahkan beberapa kepulauan dijelaskan dalam informasi yang ada di museum, masih ada yang menyatu satu sama lain.
BACA JUGA:
Dari sekian koleksi manik-manik, koleksi manik-manik dari Kepulauan Solomon di Samudera Pasifik menjadi yang terjauh dimiliki. Manik-manik berwarna biru muda ini terlihat cukup unik baik dari segi bentuk dan warnanya. Pemandu senior Museum Ganesya Amri Bayu mengatakan, bila manik-manik dahulu dipercaya digunakan oleh nenek moyang untuk bekal kubur, terutama bagi mereka paham animisme.
"Sebagai bekal kubur jadi untuk yang sudah meninggal kepercayaan animis modern, animisme dikalungkan manik-manik ini supaya rumah mereka bisa sampai ke surga kepercayaan animisme dinamisme," kata Amri Bayu ditemui di Museum Ganesya pada Rabu (20/9/2023).
BACA JUGA:
Beberapa manik-manik disebutnya juga menjadi penanda umur sang pemilik, hal ini ia baca dari beberapa literasi yang disampaikan arkeolog. Namun sifatnya hal itu masih hipotesis atau dugaan sementara dari penelitian yang sudah ada.
"Tapi ini masih hipotesa masih perkiraan. Kalau umurnya beliau warna-warna mana hijau kalau sudah dewasa biru dan seterusnya, ini masih perkiraan belum ada penelitian yang valid untuk memvalidasi hipotesa ini," tuturnya.
Jadi Alat Tukar atau Barter
Di era prasejarah di saat masyarakat kuno belum mengenal tulisan, manik-manik sudah diciptakan cukup maju dibandingkan peradabannya. Beberapa manik-manik itu biasanya digunakan sebagai alat barter atau tukar menukar dengan aneka kebutuhan pokok manusia.
BACA JUGA:
"Ini dibawa mereka ke nusantara untuk diproduksi atau benda sudah jadi digunakan barter di nusantara," kata dia.
Menurutnya, koleksi manik-manik di Museum Ganesya seluruhnya asli, hanya patung yang digunakan bukanlah patung asli tapi patung replika. Manik-manik ini pun disimpan di dalam lemari kaca yang besar dengan pengawasan sensor dan kamera CCTV, demi keamanan. Sebab nilainya juga cukup mahal karena ada beberapa manik-manik yang cukup langka.
"Manik-maniknya semua asli, tidak ada yang replika, ini manik-maniknya tidak hanya Indonesia tapi juga dari luar Indonesia. Manik polykron Indo-Pasifik, tidak di Indonesia, tapi asia tenggara di kepulauan Solomon," ucapnya.
Koleksi manik-manik ini juga menjadi benda andalan yang dapat dilihat pengunjung. Menurutnya, jarang ada museum di wilayah Jawa Timur yang menyuguhkan manik-manik peninggalan masyarakat prasejarah.
"Kami tujuannya melengkapi khazanah di Museum yang ada di Malang raya. Jadi Malang sebagai kota pariwisata juga harus ada khazanah tentang museumnya. Kan Malang museumnya juga banyak. Kita melengkapi apa yang belum dimiliki tema-tema di museum-museum itu kita miliki di sini," katanya.
(Marieska Harya Virdhani)