SEMARANG – Dosen dan para akademisi wajib beradaptasi dengan perkembangan teknologi termasuk kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Jika tidak, dunia pendidikan akan tergerus oleh mesin atau robot.
Isu itu menjadi refleksi Dies Natalis ke-41 Soegijapranata Catholic University (SCU) alias Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Jika tak adaptif dengan perkembangan ini, peran dosen akan tergusur di dunia kuliah di masa depan.
“Dulu untuk me-review jurnal, harus dibaca dulu lama. Sekarang AI bisa review jurnal (dengan cepat). Kalau dosen tak luwes dan adaptif, wassalam,” kata Rektor SCU Ferdinandus Hindiarto di kampusnya, Jumat (4/8/2023).
BACA JUGA:
Ferdi, sapannya, sempat bercerita ada salah satu mata kuliah di mana dosen masih menggunakan pola lama. Aktivitas belajar mengajar di kelas hanya satu arah, dosen menjelaskan dengan pemaparan materi power point. Dia melihat ada beberapa mahasiswa di bangku belakang yang beruntun keluar kelas perkuliahan.
“Karena pola (mengajar) seperti itu tidak menarik, yang dipaparkan dosen tinggal diketik menggunakan kecerdasan buatan bisa lebih lengkap materinya,” katanya.
Saat ini, pihaknya sedang merumuskan model perkuliahan di masa depan. Pada konteks seiring semakin berkembangnya kecerdasan buatan alias AI itu. Rumusan itu terangkum dalam Soegijapranata Learning Model (SLM), yakni membuat kelas menyenangkan, kontekstual, relevan dan dosen harus otentik.
“Nantinya akan lebih banyak di lapangan, riset, lalu didiskusikan di dalam kelas. Dosen ke depan jadi partner dan temannya mahasiswa. Karena sumber pengetahuan sekarang tidak hanya dari dosen,” ucapnya.
BACA JUGA:
Dosen Program Studi (Prodi) Desain Komunikasi Visual (DKV) SCU Peter Ardhianto Ph.D menambahkan hadirnya kecerdasan buatan justru membuat peran dosen semakin jelas. “Apakah dosen terancam dengan (berkembangnya) AI? Jadi dosen harus bisa bangun empati, membuat kelas menjadi menarik. Itu AI nggak bisa (melakukan itu). Kami punya 80 dosen muda dan (bisa beradaptasi),” katanya.
(Marieska Harya Virdhani)